Friday, December 17, 2010

Trauma Tembus Mata

Trauma okular merupakan salah satu penyebab kebutaan unilateral pada anak-anak dan dewasa muda. Dewasa muda, terutama laki-laki, merupakan korban utama trauma tembus okular. Kecelakaan domestik, tindakan kekerasan, peledakan, luka terkait olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan tersering dimana terjadi trauma okular.1
Sekitar 2,4 juta trauma mata terjadi setiap tahun, dengan 90.000 dari trauma mengakibatkan berbagai derajat gangguan penglihatan. Dari keseluruhan trauma okular, trauma okular tembus memiliki prognosis terburuk. Pada tahun 1970, Zagora menemukan bahwa 30 – 40 % dari semua kasus trauma okular tembus berakhir dengan kebutaan. Penyebab tersering adalah tindakan kekerasan, kecelakan domestik, dan olahraga.1
Diagnosis pada pasien dengan trauma tembus dimulai dari anamnesis yang rinci mengenai mekanisme trauma, riwayat kelainan mata sebelumnya dan keluhan tambahan lainnya, serta pemeriksaan fisik yang akurat dimulai dengan pemeriksaan sederhana, terutama pemeriksaan ketajaman penglihatan hingga pemeriksaan penunjang.2,3
Sebagai dokter umum yang bekerja di pelayanan kesehatan lini pertama akan cukup sering menemukan pasien dengan trauma okular, termasuk trauma tembus. Sehingga sangat penting untuk mengetahui mengenai trauma tembus dimulai dari cara mendiagnosis hingga tatalaksana pada pasien.

2.1 Definisi
Trauma tembus merupakan luka yang mengenai dinding mata hingga bola mata atau trauma mata yang menyebabkan kerusakan pada keseluruhan ketebalan dinding bola mata (full-thickness wound of the eyeball). Sedangkan perforasi ditujukan pada luka dimana terdapat luka masuk dan keluar.2

2.2 Epidemiologi
Sekitar 2,4 juta trauma mata terjadi setiap tahun, dengan 90.000 dari trauma mengakibatkan berbagai derajat gangguan penglihatan. Dari keseluruhan trauma okular, trauma okular tembus memiliki prognosis terburuk. Pada tahun 1970, Zagora menemukan bahwa 30 – 40 % dari semua kasus trauma okular tembus berakhir dengan kebutaan.2
Trauma okular merupakan salah satu penyebab tersering kebutaan monokular pada anak-anak dan dewasa muda. Trauma tembus lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan, dengan perbandingan 3:1.3
Di Amerika Serikat sekitar 13,2 per 100.000 penduduk tiap tahunnya terjadi trauma mata. Angka ini bervariasi di setiap wilayah seperti 8.1 di Skotlandia, 12.6 di Singapura, 15.2 di Swedia dan kebanyakan mengenai laki-laki4.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi trauma tembus:4
Trauma tertutup 
Trauma dengan kerusakan intraokuler tapi dengan kornea dan sklera yang intak.
Trauma terbuka 
Trauma dengan full thickness wound dari kornea atau sklera atau keduanya. 
Ruptur 
Full-thickness wound yang disebabkan trauma tumpul.
Laserasi 
Full thickness wound yang disebabkan benda tajam.

Trauma tembus 
Trauma laserasi tunggal yang disebabkan benda tajam.
Perforasi 
Terdiri dari 2 laserasi (masuk dan keluar).
Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT), trauma mata dibagi menjadi:5
Tertutup
Kontusio: tidak ada luka pada bola mata
Laserasi lamellar: hanya mengenai setengah dari ketebalan dinding bola mata. 
Terbuka
Laserasi: mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang disebabkan benda tajam
Penetrasi: satu agen menyebabkan satu luka masuk
Benda asing dalam mata: sama dengan penetrasi tetapi dikelompokan sendiri karena memerlukan penanganan berbeda.
Perforasi: terdapat luka masuk dan luka keluar
Ruptur: mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang disebabkan benda tumpul

Gambar 1. Pembagian trauma mata menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT)5




Klasifikasi Trauma Mata Terbuka (Open Globe Injury):6
Tipe
Ruptur
Penetrasi
Benda asing
Perforasi
Campuran
Grade (visual acuity)
> 20/40
20/50 sampai 20/100
19/100 sampai 5/200
4/200 sampai hanya persepsi cahaya
Tidak ada persepsi cahaya 
Pupil
Positif, relative afferent pupillary defect pada mata yang terkena  
Negatif, relative afferent pupillary defect pada mata yang terkena
Zona (lihat Gambar. 2)
Kornea dan Limbus
Limbus sampai 5 mm posterior sclera
Posterior sampai 5 mm dari limbus.

Gambar 2. Zona pada trauma terbuka mata6
2.4 Etio-Patogenesis
Penyebab trauma tembus adalah penyerangan, kecelakaan domestik, dan olah raga3 Trauma tembus pada kecelakaan domestik sering terjadi akibat partikel kecil dengan kecepatan tinggi yang berasal dari menggiling atau memukul suatu benda.1 Beratnya trauma yang terjadi ditentukan oleh ukuran benda, komposisi dan kecepatan pada saat bertumbukan.3 
Benda tajam seperti pisau akan menimbulkan luka laserasi yang jelas pada bola mata. Berbeda dengan kerusakan akibat benda asing yang terbang beratnya kerusakan ditentukan oleh energi kinetik yang dimiliki.  Contohnya pada peluru pistol angin yang besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar memiliki energi kinetik yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup parah. Kontras dengan pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan laserasi dengan batas yang jelas dan beratnya kerusakan lebih ringan dibandingkan kerusakan akibat peluru pistol angin.3 
Ablasio retina akibat traksi yang mengikuti trauma tembus merupakan hasil dari penahanan vitreous dalam luka dan adanya darah dalam vitreous yang menjadi stimulus terjadinya proliferasi fibroplastik pada bidang yang menahan vitreous. Kontraksi yang terjadi menyebabkan membran memendek dan berlanjut pada retina bagian perifer di dasar vitreous sehingga akhirnya terjadi ablasio retina akibat traksi.3

2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis 7
Mekanisme trauma harus ditanyakan dengan detail dan lengkap
Bentuk dan ukuran benda penyebab trauma.
Asal dari objek penyebab trauma.
Kemungkinan adanya benda asing pada bola mata dan atau pada orbita.
Kemungkinan terjadinya trauma pada lokasi pembangunan atau pengolah metal harus ditanyakan untuk mengarah kepada benda intraokular metal.
Benda asing organik yang dapat menimbulkan infeksi.
Keadaan saat terjadinya trauma
Waktu pasti terjadinya trauma.
Lokasi terjadinya trauma.
Penggunaan kacamata koreksi atau pelindung.
Aksesoris mata yang dapat melindungi atau berkontribusi pada trauma akut.
Keadaan miopia berat menyebabkan mata lebih rentan terhadap trauna kompresi anterior-posterior.
Riwayat medis
Riwayat mata
Operasi mata sebelumnya, dapat membuat jaringan lebih mudah ruptur.
Penglihatan sebelum terjadinya trauma pada kedua mata.
Penyakit mata yang ada.
Medikasi yang sedang dijalani termasuk obat tetes mata dan alergi.
Status tetanus
Gejala
Nyeri
Nyeri dapat tersamar bila pasien memiliki trauma lain.
Nyeri dapat tidak langsung berat pada trauma tajam, baik dengan atau tanpa benda asing.
Penglihatan secara umum berkurang jauh
Diplopia 
Dapat terjadi akibat terjepitnya atau disfungsi otot ekstraokular akibat trauma pada tulang orbita.
Akibat truma saraf kranial pada cedera kepala.
Monokular diplopia akibat dari dislokasi atau subluksasi lensa. 
2.5.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma yang terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi mata.
Hindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi intraokular.
Ketajaman penglihatan dan gerakan bola mata, sangat penting untuk dinilai
Tentukan ketajaman penglihatan seakurat mungkin pada masing-masing mata.
Periksa pergerakan bola mata, bila terganggu harus dievaluasi apakah terjadi fraktur pada lantai orbita.
Orbita 
Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola mata.
Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi harus dijaga hingga dilakukan pembedahan.
Palpebra 
Pelpebra dan trauma kelenjar lakrimal dapat menunjukan adanya trauma yang dalam pada mata.
Laserasi pada palpebra dapat menyebabkan perforasi bola mata.
Perbaikan palpebra ditunda hingga trauma bola mata ditentukan penyebabnya.2,4
Konjungtiva 
Laserasi konjungtiva dapat terjadi pada kerusakan sklera yang serius.
Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan ruptur bola mata.
Kornea dan sklera
Laserasi kornea penuh atau yang melibatkan sklera merupakan bagian dari ruptur bola mata dan harus diperbaiki di kamar operasi.
Dapat terjadi prolapse iris pada laserasi kornea penuh.
Tekanan bola mata umumnya rendah, namun pengukuran merupakan kontraindikasi untuk menghindari penekanan pada bola mata.4
Pupil 
Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan afferent pupillary defect (APD).
Bentuk lancip, tetesan air, atau ireguler bisa terjadi pada ruptur bola mata.
Segmen anterior
Pada pemeriksaan dengan lampu sliIt, bisa ditemukan defek pada iris, laserasi kornea, prolaps iris, hifema, dan kerusakan lensa. 
Bilik mata depan dangkal dapat menjadi tanda ruptur bola mata dengan prognosis yang buruk.
Pada ruptur posterior dapat ditemukan bilik mata depan dalam pada ekstrusi vitreous pada segmen posterior.
Temuan lain
Perdarahan viteous setelah trauma menunjukan adanya robekan retina atau koroid, avulsi saraf optikus, atau adanya benda asing.
Robekan retina, edema, ablasio, dan hemoragi dapat terjadi pada ruptur bola mata.2,7


2.5.3 Pemeriksaan penunjang
Foto polos orbita untuk mencari benda asing radioopak.
USG orbita pada keadaan media refraksi keruh untuk mendapatkan informasi tentang status dari struktur intraokuler, lokalisasi dari benda asing intraokuler, deteksi benda asing non metalik, deteksi perdarahan koroid, ruptur sklera posterior, ablasio retina, dan perdarahan sub retina.
CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi adanya benda asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya atau derajat kerusakan periokuler, keikutsertaan trauma intrakranial misalnya perdarahan subdural.2,7 
MRI sangat baik untuk menilai jaringan lunak tetapi kontraindikasi pada benda asing yang terbuat dari metal.7
2.6 Tatalaksana trauma tembus
2.6.1 Penilaian awal
Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menerapkan prinsip umum bantuan hidup lanjut pada kasus trauma. Selanjutnya dapat dilakukan sistem skoring untuk menilai trauma mata dan orbita dan membantu mengidentifikasi setiap pasien yang membutuhkan diagnosis dan tatalaksana segera. Salah satu sistem skoring yang sering digunakan adalah Madigan Eye and Orbit Trauma Scale (MEOTS) yang memiliki beberapa parameter, antara lain: (a) tajam penglihatan; (b) struktur bola mata; (c) proptosis; (d) pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya; dan (e) motillitas ocular.

Adapun fungsi dilakukannya penilaian awal dengan sistem skoring adalah: (a) dapat mendeskripsikan beratnya trauman atau luka; (b) memberikan pelayanan triage yang efektif; (c) membantu dalam hal kesiapan operasi; dan (d) memprediksikan prognosis penglihatan.
Manajemen awal yang dilakukan pada trauma tembus: 
Menjaga pasien tetap tenang untuk mencegah luka lebih lanjut 
Pemberian analgetik
Pemberian sikloplegik untuk mengistirahatkan mata
Penilaian kembali keluhan nyeri, visus, TIO, gejala neurologis, dan gejala lain.  
Pasang pelindung mata dan jangan memberikan penekanan pada mata 
Kompres dingin  
Lakukan penanganan tetanus untuk mencegah infeksi tetanus 
Berikan antibiotik sistemik inisial, jangan antibiotik topikal 
Rujuk ke dokter spesialis mata untuk operasi repair segera 
2.6.2 Prinsip-prinsip perbaikan awal (primary repair)3
Teknik yang digunakan tergantung dari beratnya luka dan adanya komplikasi seperti inkarserasi iris, COA yang datar, dan kerusakan intraokular. 
Laserasi kornea kecil
Tidak membutuhkan penjahitan karena bisa menyembuh sempurna atau dengan bantuan lensa kontak yang seperti perban lembut.
Laserasi kornea ukuran medium
Biasanya membutuhkan jahitan terutama jika COA datar. COA yang datar dapat kembali berubah semula secara spontan jika kornea telah dijahit, jika tidak, harus dikembalikan dengan solusio garam seimbang. Bandage contanct lens post operatif juga berguna selama beberapa hari untuk meyakinkan bahwa COA tetap dalam.
Laserasi kornea dengan inkarserasi iris
Manajemen tergantung dari durasi dan luasnya inkarserasi. Kebocoran kecil dari inkarserasi yang baru terjadi dapat digantikan oleh konstriksi pupil dengan intrakamera Miochol. Inkarserasi iris yang besar harus di absisi terutama jika iris terlihat non-viabel. 
Laserasi kornea dengan kerusakan lensa
Diterapi dengan menjahit laserasi dan memindahkan lensa dengan phacoemulsification atau dengan vitreus cutter jika vitreus terlibat.
Laserasi sklera anterior yang tidak melewati bagian posterior terhadap insersi otot ekstraokular mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada lesi yang lebih posterior dan melibatkan retina. Luka pada sklera anterior dapat berhubungan dengan komplikasi serius seperti prolaps uvea dan inkarserasi vitreus. Inkarserasi vitreus meskipun dengan manajemen yang tepat, dapat menimbulkan traksi vitreoretina dan ablasio retina. Setiap usaha harus dikerjakan untuk reposit jaringan uvea viabel yang terekspos dan memotong vitreus yang prolaps. 
Laserasi sklera posterior 
Sering berhubungan dengan kerusakan retina meskipun laserasinya sangat superfisial. Selama perbaikan, sangat penting tidak berusaha dengan tekanan yang berlebihan dan traksi pada mata untuk mencegah atau meminimalkan kehilangan isi dari mata. Juga berguna untuk sebagai profilaksis terhadap robekan retina. 
2.6.3 Tujuan dari secondary repair3
Perbaikan sekunder bagian posterior trauma jika mungkin dilakukan 10-14 hari setelah perbaikan awal. Hal ini akan memberikan waktu tidak hanya bagi penyembuhan luka tetapi juga untuk perkembangan pemisahan vitreus posterior dengan fasilitas mikrosurgery intraokular tertutup. Tujuan utama perbaikan sekunder adalah:
Untuk menjernihkan keopakan media seperti katarak dan perdarahan vitreus untuk meningkatkan visus.
Untuk menstabilkan interaksi vitreoretina yang abnormal dan mencegah sekuele jangka panjang seperti ablasio retina traksional.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah terjadinya trauma tembus adalah endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular, ptisis bulbi, dan simpatetik oftalmika.7,8 
Endoftalmitis dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa minggu tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat berlanjut menjadi panoftalmitis.7 
Simpatetik oftalmika adalah inflamasi yang terjadi pada mata yang tidak cedera dalam jangka waktu 5 hari sampai 60 tahun dan biasanya 90% terjadi dalam 1 tahun.8 Diduga akibat respon autoimun akibat terekposnya uvea karena cedera, keadaan ini menimbulkan nyeri, penurunan ketajaman penglihatan mendadak, dan fotofobia yang dapat membaik dengan enukleasi mata yang cedera.7 

2.8 Prognosis
Prognosis berhubungan dengan sejumlah faktor seperti visus awal, tipe dan luasnya luka, adanya atau tidak adanya ablasio retina, atau benda asing. 
Secara umum, semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi atau ruptur, prognosis semakin buruk. Trauma yang disebabkan oleh objek besar yang menyebabkan laserasi kornea tapi menyisakan badan vitreus, sklera dan retina yang tidak luka mempunyai prognosis penglihatan yang baik dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan bagian posteror. Trauma tembus akibat benda asing yg bersifat inert pun mempunyai prognosis yang baik
Trauma tembus akibat benda asing yang sifatnya reaktif magnetik lebih mudah dikeluarka dan prognosisnya lebih baik. Pada luka penetrasi, 50-75% mata akan mencapai visus akhir 5/200 atau lebih baik.8 

3 comments: