Wednesday, August 15, 2012

Apendisitis Akut

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vemiformis dan merupakan penyebab abdomen akut paling sering.

EPIDEMIOLOGI
Penduduk di Amerika hampir 7% orang pernah mengalami apendisitis. Serta, hampir 200.000 telah dilakukan operasi apendiktomi tiap tahunnya. Saat ini angka kejadian apendisitis di Amerika 1 : 1000 populasi dan 86 kasus setiap 100.000 orang di seluruh dunia. Namun angka kejadian apendisitis sangat kurang di Afrika dan beberapa tempat di Asia karena pola makan yang berbeda.

ETIOLOGI
Apendisitis terjadi karena obstruksi di lumen apendiks vermiformis. Obstruksi mungkin karena hiperplasi limfoid (60%),  fecalith atau fecal stasis (35%), benda asing (4%), dan tumor (1%).

PATOFISIOLOGI
pada dasarnya patofisiologi yang terjadi adalah karena obstrusksi lumen apendiks yang kemudian diikuti terjadinya infeksi. Obstruksi yang disebabkan karena hiperplasia jaringan limfoid folikel submukosal  lebih sering terjadi pada anak-anak, sehingga dikenal juga sebagai apendisitis kataral. Pada orang dewasa lebih sering disebabkan oleh fecalith atau feses yang stasis.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas apendiks terbatas sehingga meningkatkan tekanan di dalam lumen. Dengan peningkatan tekanan pada obstruksi mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang cepat. Cairan mukus yang terbanyak berubah menjadi pus (nanah) menyebabkan makin meningkatkan tekanan luminal. Keadaan ini menyebabkan pembesaran apendiks dan nyeri viseral yang lokasinya di regioi epigastrium atau periumbilikal  Terus berlangsungnya peningkatan tekanan tersebut menghambat pada aliran limfe sehingga mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Fase ini dikenal sebagai apendisitis akut. Peritonium parietal menjadi iritasi dan nyeri terlokalisasi pada kuadran kanan bawah. Keadaan ini merupakan nyeri klasik abdomen yang menjalar pada pasien dengan apendisitis.

Peningkatan tekanan yang terus berlangsung menyebabkan obstruksi pada pembuluh vena, sehingga terjadi edema dan iskemik pada apendiks. Pada fase ini invasi bakteri terjadi pada dinding apendiks yang dikenal sebagai apendisitis akut supuratif. Akhirnya, dengan peningkatan tekanan yang terus berlangsung, sumbatan pada pembuluh vena dan pembuluh arteri juga terganggu akan mengarahkan terjadiny gangren dan perforasi. Jika proses perforasi berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks untuk membentuk dinding yang mengelilingi perforasi yang terjadi hingga menjadi suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Nyeri mungkin mengalami perbaikan, tapi gejala tidaklah hilang seluruhnya. Pasien mungkin masih merasakan nyeri kuadran kanan bawah, penurunan nafsu makan, perubahan pola defekasi (contoh, diare, konstipasi), atau demam subfebril yang intermiten. Jika infiltrat apendikularis gagal terjadi untuk membatasi perforasi, maka peritonitis difus akan terjadi.

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, serta dinding apendiks lebih tipis. Keadaan itu ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang dewasa perforasi terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

MANIFESTASI KLINIS
Keluhan biasanya bermula dari nyeri pada daerah periumbilikus atau epigastrium. DAlam 2-12 jam akan beralih ke kuadran kanan bawah. Terdapat juga keluhan anoreksia, mual, muntah, dan malaise. Pada awal apendisitis, pasien biasanya mengalami demam subfebris dan bila demam tinggi terjadi biasanya berhubungan dengan perforasi apendiks.

Pada pemeriksaan fisik, biasanya pasien lebih suka berbaring, karena pergerakkan akan memperberat nyeri yang ada. Batuk juga bisa memicu nyeri lokal pada kuadran kanan bawah. Nyeri saat palpasi juga dapat ditemukan. Nyeri perkusi juga dapat diketahui pada area tersebut. Tanda Rovsing, Psoas dan Obturator menunjukkan hasil positif akan semakin menguatkan diagnosis klinis apendisitis akut.

Namun, hanya 55% dari pasien dengan apendisitis yang menampakkan gejala klasik dan penemuan dari pemeriksaan fisik. Hal ini dikarenakan tanda dan gejala awal sangatlah bergantung pada lokasi apendiks.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Terjadi peningkatan leukosit ringan (10.000-20.000/ml) dengan peningkatan jumlah neutrofil. Peningkatan leukosit yang sangat tinggi biasa ditemukan pada pasien dengan apendiks perforasi atau karena proses lain seperti infeksi virus.

Urinalisis, meskipun tidak diharuskan, namun biasa dilaksanakan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan pada ginjal atau adanya infeksi saluran kemih. Tapi piuria dapat ditemukan pada pasein dengan apendisitis karena proses peradangan mungkin terjadi juga di ureter kanan.

PENCITRAAN
Penggunaan pemeriksaan radiologi mungkin diperlukan pada kasus apendisitis yang tidak menampakan tanda dan gejala klasik atau dikenal atipikal apendisitis.

USG Abdomen/ Pelvis
USG adalah pemeriksaan non invasif yang ideal untuk melihat rongga abdomen. Pemeriksaan ini tidak mahal dan portable, dan dapat dilakukan dengan cepat dengan sedikit atau tidak perlu persiapan apapun pada pasien. Serta yang sangat penting, USG aman karena tidak ada radiasi sehingga aman dilaksanakan pada anak-anak dan wanita hamil. Namun dalam pemeriksaan menggunakan USG sangat bergantung dengan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki operator.

Apendisitis dicurigai bila ketika pemeriksaan ditemukan penebalan dinding apendiks (>8-10mm), pelebaran lumen, dan tidak bisanya apendiks ditekan sehingga lumen tertutup. USG juga bisa mendeteksi adanya cairan bebas di dalam intraperitoneal, abses dan infiltrat apendikularis.

Pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas sebesar 86% dan spesifisitas 94%. USG juga sangat berguna untuk menyingkirkan kemungkinan lain, seperti pada wanita, pelvic inflammatory disease, ruptur folike de graaf, kista ovarium terpuntir, endometriosis, dan kehamilan ektopik terganggu.

CT-scan dengan Kontras
CT-scan dapat menemukan kelainan pada apendiks secara spesific, seperti edama, ketebalan dinding apendiks, proses peradangan sekitar lemak dan adanya appendicolith. Abses, udara bebas dalam jumlah sedikit di kuadran kanan bawah, dan flegmon yang menandakan terjadinya perforasi apendiks dapat diketahui.

Sensitivitas CT-scan mencapai 87-100% dan spesifisitasnya mencapai 91-97%. Namun di Indonesia pemeriksaan CT-scan untuk apendisitis jarang sekali dilakukan. Kendala utamanya adalah mahalnya biaya pemeriksaannya.

ALVARADO SCORE
Alvarado score adalah sistem penilaian klinis untuk mendiagnosis apendisitis akut. Poin penilaian dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium dengan total nilai 10.
  •  Nyeri perut yang menjalar ke fosa iliaka kanan
  • Anorexia atau adanya benda keton dalam urin
  • Mual atau Muntah
  • Nyeri pada penekanan fosa iliaka kanan
  • Nyeri rebound
  • Demam >37,3°C
  • Leukositosis
  • Neutrofilia
Dua faktor utama, nyeri pada kuadran kanan bawah dan leukositosis diberikan masing-masing nilai 2. Sedangkan enam faktor lain diberikan nilai 1 setiap poin penilaiannya.

Jumlah nilai 5 atau 6 mungkin menderita apendisitis. Jumlah nilai 7-8 mengindikasikan kemungkinan apendisitis, dan jumlah nilai 9-10 indikasi untuk apendisitis akut sangat tinggi.

DIAGNOSIS BANDING
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.

Adenitis mesenterikum juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering pada anak-anak, biasanya didahului infeksi saluran pernapasan. Lokasi nyeri di perut kanan bawah tidak konstan dan menetap, jarang terjadi  true muscle guarding.

Divertikulitis Meckeli juga menunjukkan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan kriteria diagnosis yang dapat dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaan bukanlah hal penting.

Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter, salphingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendisitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah.

PENATALAKSANAAN
Pre-Operatif   
Semua pasien dengan diagnosis apendisitis harus diberikan mempunyai hidrasi yang baik dengan cairan isotonik intravena. Pemberian antibiotik spektrum luas dapat dilakukan secara intravena sebelum dilakukan operasi. Bila pasien masih memerlukan pemeriksaan berseri, maka pemberian antibiotik, analgetik dan antipiretik tidak boleh diberikan. Karena akan menutupi proses penyakit yang mendasarinya.

Intra-Operatif
Insisi yang dilakukan saat operasi biasanya menggunakan teknik McBurney, yaitu melakukan sayatan yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan umbilikus dengan spina iliaka anterior superior (SIAS) pada sepertiga lateral (titik McBurney). Keuntungan teknik ini tidak terjadi benjolan dan tidak terjad herniasi, trauma operasi minimun pada alat dalam tubuh dan waktu penyembuhan lebih pendek. Tapi kekurangannya adalah lapangan operasi terbatas dan waktu operasi yang lebih lama.

Post-Operatif
Jika pada kasus apendisitis akut, antibiotik perlu dilanjutkan hingga 24 jam. Jika apendisitis supuratif, intravena antibiotik diberikan hingga 48-72 jam dan dihentikan saat pasien sudah bebas demam selama 24 jam. Pada kedua kasus itu, cairan dapat diberikan saat pasien sudah dalam keadaan stabil pasca anestesi dan diet diberikan secara bertahap

Pada kasus gangren atau perforasi apendisitis, pemberian antibiotik dilanjutkan hingga pasien sudah tidak demam dan fungsi pencernaan sudah kembali normal, serta nilai leukosit sudah normal. Saat fungsi pencernaan sudah kembali normal, cairan dapat mulai diberikan dan diet dapat diberikan secara bertahap.

Follow Up
Pasien harus kontrol kembali setelah 1-2 minggu untuk melihat bagaimana penyembuhan lukanya. Aktivitas dapat kembali normal setelah 2 minggu pasca operasi.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi tergantung dengan fase terjadinya apendisitis. Komplikasi tertinggi terjadi bila fase apendisitis telah memasuki tahap gangren atau perforasi yang dapat menyebabkan peritonitis atau akut abdomen. Komplikasi yang lain adalah, ileus persisten, obstruksi pada usus kecil dan komplikasi pada sistem pernapasan, penumonia dan atelektasis, Deep venous thrombosis, emboli paru dan infark miokard dapat terjadi pada awal periode post-operatif.

PROGNOSIS
Prognosis pada semua fase apendisitis sangat baik, tingkat mortalitas kurang dari 1%. Hal ini dikarenakan diagnosis awal dan tata laksana yang dilakukan dengan baik

1 comment:

  1. Untuk terhindar dari penyakit, biasakan pola hidup sehat. Terimakasih untuk informasinya.

    ReplyDelete