Saturday, August 4, 2012

Sepenggal Cerita di Morotai


Disambut sinar keemasan matahari sore, aku menginjakkan kaki pertama kali di Pulau Morotai pada tanggal 7 Juni 2011. Pulau Morotai inilah termpatku bertugas sebagai dokter PTT selama satu tahun. Kabupaten Pulau Morotai termasuk dalam wilayah Propinsi Maluku Utara dan baru berusia dua tahun, hasil pemekaran dari kabupaten Halmahera Utara. Meskipun masih seumur jagung, kabupaten Pulau Morotai dipercaya untuk melaksanakan salah satu program unggulan Presiden SBY, yaitu Sail Indonesia di Morotai (SIM) 2012.

Sebagai dokter PTT, aku ingin sekali bisa mengamalkan ilmu yang telah dipelajari selama kuliah dan mendapatkan pengalaman yang berharga, sekaligus sebagai tempat liburan yang dapat melepaskan diri dari kepenatan kota Jakarta. Di Pulau Morotai inilah, untuk pertama kalinya aku merasakan fasilitas listrik yang tidak 24 jam, harga kebutuhan pokok yang dua sampai tiga kali lipat dari harga di Jakarta. Namun makin lama aku mulai terbiasa dengan harga-harga yang tinggi, karena berprinsip bahwa “Ga apa-apa harga mahal, yang penting barang ada”. Dan satu lagi, di Pulau Morotai ini nilai mata uang terendah adalah Rp.1000. Orang-orang disini tidak mengenal pecahan Rp.500, apalagi Rp.100. Meskipun barang-barang dibandrol dengan harga yang mengandung unsur pecahan Rp.500, tapi jangan harap diberi uang kembalian Rp.500. Karena pasti akan dibulatkan keatas. Kualitas air tanah di Pulau Morotai juga tidak bagus, karena bila dimasak akan muncul endapan kapur yang sangat banyak sekali. Jadi untuk minum dan memasak aku biasa beli air galon.

Di pulau yang berbatasan dengan Filipina ini, aku ditugaskan di Puskesmas Daruba. Puskesmas ini dulunya adalah Puskesmas rawat inap tapi setelah ada RSUD Pulau Morotai, maka beralih hanya menjadi Puskesmas rawat jalan. Wilayah kerja Puskesmas Daruba meliputi 21 desa dan 3 desa transmigrasi. Meskipun bertugas di Puskesmas Daruba, namun Aku tinggal tidaklah di Daruba. Karena tidak adanya rumah dinas dokter di Daruba, maka Aku terpaksa tinggal di Puskesmas Pembantu (Pustu) desa Totodoku yang telah ditinggali oleh satu keluarga perawat dan bidan. Karena jarak tempuh Totodoku ke Daruba yang sekitar 10 km, maka Aku disediakan fasilitas motor dinas untuk mempermudah mobilitas.

Jam dinasku di Puskemas Daruba mulai dari jam 8 pagi sampai jam 1 siang, hari senin sampai hari sabtu, serta rata-rata pasienku 10-15 orang per harinya. Justru pengalaman klinisku banyak bertambah bila kembali ke Totodoku. Karena meski tidak buka praktik pribadi pasti ada saja pasien yang datang berobat atau meminta datang ke rumah pasien diluar jam dinas bahkan hingga larut malam. Penyakit yang aku temui juga beragam, mulai dari yang berhubungan dengan medik hingga berbau klenik. Aku juga rutin turun ke desa-desa yang akses jalannya cukup sulit ke Puskesmas Daruba, terutama desa transmigrasi, untuk memberikan pelayanan pengobatan sekaligus pelaksaan posyandu. Lima besar penyakit yang ada di wilayah kerjaku,yaitu ISPA, tekanan darah tinggi, TBC, gastritis dan kusta. Meski Maluku Utara merupakan daerah endemik malaria, namun kasus malaria di Pulau Morotai jarang terjadi. Meski ada penderita malaria, pasti pasien ada riwayat keluar dari Pulau Morotai, entah itu ke Halmahera, Ternate, atau bahkan ke Ambon. Selain lima besar penyakit itu ada juga penyakit lain yang bisa dibilang cukup sering muncul walau tidak terlalu banyak jumlah kasusnya adalah campak. Padahal program posyandu di Pulau Morotai menurutku cukup berjalan dengan baik. Kasus campak biasanya pertama kali menginfeksi anak diatas umur 4 tahun, bahkan ada yang berumur 14 tahun. Baru setelah itu menginfeksi anak usia dibawah 3 tahun dan bayi. Menurutku, masih adanya kasus campak dikarenakan mungkin program posyandu saat masih bergabung dengan kabupaten Halmahera Utara tidak berjalan dengan baik, sehingga banyak bayi dan anak yang tidak mendapat vaksinasi campak.

Sebenarnya pelayanan kesehatan yang ada saat ini sudah cukup baik, dengan ketersediaan tenaga kesehatan, terutama bidan, di setiap desa, meskipun sarana dan prasarana penunjang kinerja masih sangatlah minim. Namun peran dinas kesehatan dalam memberikan pelayanan dan kesejahteraan bagi para tenaga kesehatan sebagai ujung tombak pencapaian segala program kesehatan, sangatlah buruk. Berbagai dana yang ada, baik dari pusat maupun daerah banyak yang masuk ke kantung orang dinas kesehatan. Bahkan kepala puskesmas pun ikut memperburuk keadaan para tenaga kesehatan, dengan ikut menyunat segala dana-dana yang masuk ke Puskesmas. Dana seperti BOK, Jamkesmas, Askes, Jamkesda dan Jampersal, segala dana tersebut ada bagian bagi tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat, dan bidan, namun kenyataannya dana tersebut yang sampai ke tangan tidaklah sesuai dengan hak-hak tiap orang. Bahkan ada yang tidak mendapatkan sama sekali. Kasus yang paling memprihatikan adalah terjadinya penahanan gaji bidan, karena tidak lengkap mengumpulkan persyaratan guna mengklaim dana Jampersal. Padahal alasan tidak melengkapi syarat Jampersal adalah karena ada pasien yang melahirkan bukan ditolong oleh tenaga kesehatan, tetapi oleh dukun. Jelas sekali maksudnya adalah untuk mencairkan dana Jampersal dengan menghalalkan berbagai cara. Namun setelah cair, dana tersebut lebih banyak yang masuk ke kantung orang dinas kesehatan. Bidan sendiri hanya mendapatkan kurang dari 50% dari keselurahan dana Jampersal per pasiennya.

Selama menjadi dokter PTT di Pulau Morotai, aku tidak terlalu banyak mendapat masalah yang berarti. Pernah bermasalah dengan gaji PTT, namun karena pegawai yang mengurusi masalah PTT mengerti bagaimana dia harus bekerja. Maka dengan mudah masalah gajiku pun dapat terselesaikan. Selain itu, dana-dana, seperti Jamkesda, Askes, dan Jamkesmas memang ku masih mendapatkan, meski jumlahnya tidak sesuai dengan persentase yang harusnya aku dapat. Namun Itu itu tidaklah terlalu penting, dikarenakan jumlah pegawai di Puskesmas Daruba sekitar 30 orang, belum lagi ditambah dengan pegawai honorer yang jumlahnya lebih dari 10 orang. Jadi harus dibagi rata dengan seluruh pegawai yang ada. Selain itu, dana-dana tersebut yang harusnya menjadi pendapatan Puskesmas, sering kali harus digunakan untuk menutupi segala biaya Puskesmas, karena dana BOK sering terlambat turun dari dinas kesehatan kabupaten. Ketika turun pun harus dipotong lagi oleh dinas kesehatan. Selain permasalahan dana, masalah kepegawaian juga menjadikan masalah yang cukup besar. Bisa diambil contoh di Puskesmas tempatku bertugas. Meski sudah mempunyai jumlah pegawai yang banyak, masih saja ditambah terus pegawai honorer. Semua pegawai honorer yang ada adalah titipan dari orang dinas kesehatan yang masih ada hubungan kekeluargaan. Padahal Puskesmas sendiri sudah tidak butuh lagi tambahan, karena semua pos sudah terisi. Alhasil pegawai honorer yang ditaruh di Puskesmas pun tidak bekerja dengan semestinya, alias hanya makan gaji buta. Budaya nepotisme menurutku masih tumbuh subur, tidak hanya di Pulau Morotai, tapi juga di Maluku Utara atau bahkan di wilayah Indonesia bagian timur.

Diluar carut marutnya keadaan birokrasi yang ada, Pulau Morotai meyediakan tempat dengan panorama alam yang cukup indah untuk dikunjungi. Ada Pulau Dodola yang mempunyai pasir pantai selembut tepung, ada air terjun Nakamura yang merupakan sumber air untuk memenuhi kebutuhan Nakamura sehari-hari. Mungkin akan banyak yang bertanya siapa itu Nakamura. Nakamura adalah seorang tentara Jepang yang ikut berperang ketika Perang Dunia II. Saat Jepang menyerah kepada sekutu, Nakamura tidak mau kembali ke Jepang. Dia lebih memilih melarikan diri ke hutan. Pulau Morotai pada saat Perang Dunia II ikut ambil bagian dengan menjadi base camp tentara sekutu yang dipimpin oleh Jenderal Douglas Mc.Arthur. Saat di Pulau Morotai, sekutu membangun landasan pesawat terbang terbesar di dunia dengan tujuh buah landasan. Namun, saat ini hanya dua buah landasan yang dapat digunakan untuk pendaratan pesawat. Adanya latar belakang sejarah yang kuat, ditunjang dengan keindahan tempat-tempat yang eksotis, tak heran Sail Indonesia tahun 2012 diselenggarakan di pulau tersebut.

1 comment:

  1. Nicee !
    aku juga kemarin dapat tempat KKN di morotai :)
    #FKM

    ReplyDelete