Sunday, May 23, 2010

HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT

Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang selalu ada pada setiap obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolic dari semua obat dan bahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin jarang terjadi, namun akibat yang ditimbulkan bisa fatal. Reaksi tersebut sebagian besar idiosinkratik pada dosis terapeutik yang dianjurkan.sebagian lagi tergantung dosis obat. Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga mudah menembus membran sel intestinal. Obat kemudian diubah lebih hidrofilik melalui proses biokimiawi di dalam hepatosit, menghasilkan produk larut air yang diekskresikan ke dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatik ini melibatkan jalur oksidatif utamanya melalui system enzim sitokrom P-450.
Mekanisme terjadinya jejas hati imbas obat yang mempengaruhi protein-protein transpor pada membran kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit imbas asam empedu. Terjadi penumpukan asam empedu di dalam hati karena gangguan transpor pada kanalikuli yang menghasilkan translokasi fassitoplasmik ke membrane plasma, dimana reseptor-reseptor ini mengalami pengelompokan sendiri dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Di samping itu, banyak reaksi hepatoseluler melibatkan system sitokrom P-450 yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim. Kompleks enzim-obat ini migrasi ke permukaan sel di dalam vesikel untuk berperan sebagai imunogen bagi sel T sitotoksik dan berbagai sitokin.
Gambaran klinis hepatotoksisitas imbas obat sulit dibedakan secara klinis dengan penyakit hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Oleh karena itu riwayat pemakaian obat atau substansi hepatotoksik lain harus diungkap. Onset umumnya cepat, gejala berupa malaise dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut yang berat terutama bila pasien masih minum obat itu setelah terjadi onset. Bila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi aminotransferase akan meningkat paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan akalifosfatase dan billirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi obat idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatic dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak minum obat bahkan sesudah obat penyebab dihentikan. Berdasarkan Internatonal Concensus Criteria, maka diagnosis hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan:

1. waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai onset reaksi nyata adalah sugestif (5-90hari dari awal minum obat) atau kompatibel (<5 hari atau >90 hari Sejak mulai minum obat dan tidak lebih dari 15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30 hari dari penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan hepatotoksisitas obat.

2. perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (penurunan konsentrasi enzim hati paling tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat.

3. alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pemeriksaan telita, termasuk biopsi hati pada setiap kasus

4. dijumpai respon positif pada pemaparan ulang dengan obat yang sama paling tidak kenaikan 2 kali lipat enzim hati

Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi atau jika dua dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan responpositif pada pemaparan ulang obat.

Mengidentifikasi reaksi obat dengan pasti adalah hal yang sulit, tapi kemungkinan sekecil apapun adanya reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya obat herbal atau obat alternatif. Obat harus menjadi diagnosis Bandung pada setiap abnormalitas tes fungĂ­s hati atau histologi. Keterlambatan penghentian obat yanng menjadi penyebab berhubungan dengan resiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien tidak sakit sebelum minum obat dan membaik secara nyata setelah obat tersebut dihentikan merupakan hal esencial dalam diagnosis hepatotoksisitas imbas obat.

Terapi untuk mengatasi hepatotoksisitas imbas obat belum ada antidotum yang spesifik untuk setiap obat, kecuali kelainan yanng disebabkan oleh asetaminofen dapat diberikan N-asetilsistein. Oleh karena itu terapi efek hepatotoksik yang baik adalah segera menghentikan penggunaan obat-obat yang dicurigai.

No comments:

Post a Comment