Tuesday, February 7, 2012

Must Come Back

This day is my last day in Jakarta, because tonight I must go to Morotai again to continue my job at that island. Actually, my PTT's contract still four months again and I do not have plan to extend the contract.

My day in Jakarta is feels so short. I was two weeks in Jakarta, but I feel only a couples days. In Jakarta, I planning to register some seminars, like ATLS and ACLS. But only ATLS, I was registered. Honestly, I feel really lucky to come to Jakarta. You know what, suddenly, my favorite J-Rock band, L'Arc en Ciel or people call Laruku, has plan to held concert in Jakarta and ticket sells several days after that announcement.

Laruku will held their concert at May,2nd 2012. But the ticket will sells at January, 28th. I go to Rajakarcis to buy that ticket. There are three category, Vip Rp. 1,2 million, Premium Rp 850.000, and Regular Rp 500.000. I choose Vip, because I will have an official marchendise too.

What I am afraid if  I came to Jakarta was became true. My nurse or midwife request to buy something for them. They request raining-coat, digital thermometer, blood glucose check, test pack, and until request to buy handphone's battery. I bought only some from all the request, eventhough it was make my money washed-up.

Overall, I feel happy come to Jakarta, because I can meet with my parents and my lovely little sister. But now, I must leave them.

But in May, I will come to Jakarta again to see Laruku's concert and also my family. I can't waiting it....

Saturday, February 4, 2012

Berjuta Butiran Tepung di Pantai Dodola

Tulisan kali ini untuk menepati janjiku menampilkan keindahan Pulau Dodola yang masih termasuk dalam wilayah Kabupaten Pulau Morotai. Seperti yang kita tahu, tahun ini adalah akan diselenggarakan Sail Indonesia Morotai 2012 dan Pulau Dodola adalah primadona utama untuk menarik para wisatawan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Saat ini masih berlangsung tahap pembangunan berbagai fasilitas penunjang di pulau tersebut, seperti resort, taman-taman, dan lain-lain.

Kenapa wisatawan bila berkunjung ke Pulau Morotai wajib menjejakkan kakinya juga di Pulau Dodola?
Sebab Pulau Dodola mempunyai pasir pantai yang sangat lembut, seakan berjuta-juta ton butiran tepung ditumpahkan di pantai itu. Selain itu pantainya juga mempunyai air laut yang sangat biru dan jernih dengan ombak yang tidak terlalu besar. Cocok sekali untuk tempat , snorkling dan berjemur, terutama bagi wisatawan mancanegara. Selain itu, sebenarnya Pulau Dodola mempunyai terdiri dari dua pulau, yaitu Dodola Besar dan Dodola kecil. Uniknya untuk mencapai Dodola Kecil dari Dodola Besar dapat dilakukan dengan berjalan kaki bila air laut sedang surut dan itu adalah momon yang sangat mengagumkan. Mengingatkan kita pada peristiwa ketika Nabi Musa a.s membawa bani Israil melewati laut merah yang terbelah dua akibat hentakan tongkatnya.

Tak perlu banyak cerita, biarkan foto sendiri yang bercerita tentang keindahan dari pantai Pulau Dodola. Silahkan...


Untuk mencapai Pulau Dodola hanya melalui moda transportasi laut, bisa menggunakan speedboat, ketingting atau bodi (gambar diatas). Dari pelabuhan Daruba ke Pulau Dodola menempuh waktu kurang dari setengah jam, bahkan bisa lebih cepat lagi bila menggunakan speedboat. Tapi memang harga sewa untuk satu buah moda transportasi itu sedikit mahal, tapi bila banyak orang akan lebih ringan biayanya.


Salah satu fasilitas yang sedang dibangun, jembatan untuk kapal-kapal yang lebih besar agar dapat merapat ke pantai Dodola.


Beberapa bangku taman yang telah dibuat untuk membuat wisatawan yang berkunjung ke Pulau Dodola nyaman. Selain itu ada pula beberapa resort yang sedang dalam tahap pembangunan.


Ombak yang tenang, pasir pantai yang selembut tepung, angin yang bertiup menyejukkan, membuat teriknya matahari seakan tak mempan membakar keindahan pantai Dodola yang menurutku bisa mengalahkan keindahan pantai-pantai di luar negeri.


Tidak seperti pantai kebanyakan, pantai di Pulau Dodola ini justru dikelilingi oleh pohon cemara. Meski masih ada pohon kelapa yang tumbuh, tapi tidak terlalu banyak.



Ini adalah Dodola kecil. Bisa dilihat ada sebuah jalan yang terbentang menghubungkan Dodola Besar dengan Dodola kecil. Namun jalan ini akan menghilang bila air laut sedang pasang.



Pantai di Dodola Kecil pun sama indahnya dengan di Dodola besar, begitu pun dengan pasir pantai yang juga selembut tepung. Konon, Jenderal Douglas McArthur sewaktu Perang Dunia II, menjadikan Dodola Kecil sebagai tempat peristirahatannya.

Semoga dengan foto-foto yang telah ku posting di blog ini bisa menjadi salah satu pemicu agar banyak orang mau berkunjung ke Pulau Dodola dan merasakan sendiri dengan kaki mereka bagaimana lembutnya pasir pantai dan indahnya panorama yang terhampar di Pulau Dodola.


Adeeuu~

Friday, February 3, 2012

My Journey

Sudah hampir tujuh bulan ku melaksanakan tugas sebagai dokter PTT di Pulau Morotai. Selama bertugas disana ku mendapat berbagai pelajaran, termasuk menyadari ternyata ku sangatlah jauh dari yang dikatakan seven stars doctor. Sebuah slogan yang selalu didengungkan saatku masih kuliah dulu. Awalnya, ku ditempatkan di Puskesmas Daruba, sebagai dokter pengganti sementara karena dokter yang bertugas disana sedang cuti melahirkan. Sebagai Puskesmas kabupaten seharusnya memiliki fasilitas yang lebih lengkap dibanding dengan Puskesmas di kecamatan lain, seperti Bere-bere, Wayabula, Sangowo, apalagi Sopi. Namun kenyataannya sungguh terbalik. Hal ini mungkin terjadi karena Puskesmas Daruba memiliki gedung yang bersebelahan dengan RSUD Morotai yang baru berumur dua tahun.

Jadi, saat pertama kali bertugas ku sedikit kecewa. Karena ku tidak bisa melakukan berbagai tindakan medis, seperti hecting atau sirkumsisi. Sebab bila ada pasien yang memerlukan tindakan harus dirujuk ke sebelah, dengan kata lain dibawa ke RSUD Morotai. Ku praktis hanya melakukan pelayanan untuk pasien rawat jalan alias hanya pasien dengan penyakit batuk-pilek saja.

Sebenernya, ku senang-senang saja karena tugasku menjadi sangatlah riang. Datang ke Puskesmas jam delapan pagi, lalu periksa pasien yang rata-rata hanya berjumlah delapan orang tiap harinya. Setelah itu ku pulang jam dua belas. Disela-sela tidak ada pasien dan menunggu hingga jam dua belas, ku biasa dihabiskan dengan nonton televisi yang memang disediakan di Puskesmas tersebut atau hanya duduk manis sambil mendengar celotehan gosip para perawat, bidan dan pegawai lainnya.

Petugas lain di Puskesmas baik itu perawat, bidan atau staf lainnya lebih banyak yang menganggur tidak melakukan pekerjaan lain selain bergosip atau nonton televisi yang menayangkan berita gosip. Memang di Puskesmas ada jadwal Posyandu perbulannya, namun rata-rata para perawat dan bidan hanya mendapat dua kali turun Posyandu saja. Jadi selebihnya hanya menganggur, makan gaji buta. Namun tidak semuanya seperti itu, masih ada segelintir orang yang benar-benar melakukan tugasnya secara bertanggung jawab.

Biasanya pegawai di Puskesmas akan terlihat sibuk bekerja bila sudah akhir bulan. Karena mereka harus membuat laporan kegiatan Puskesmas selama satu bulan yang telah dilalui. Tapi ada petugas yang membuat laporan yang isinya hanyalah karangan indah, hanya untuk pencitraan saja, tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Setelah dua bulan menjadi dokter pengganti di Puskesmas Daruba, ku kemudian ditempatkan di sebuah Puskesmas pembantu (Pustu) di desa Totodoku. Tempat tinggal ku pun ikut pindah ke desa tersebut. Totodoku adalah desa terdekat dari kabupaten sehingga ku juga masih sering ke Daruba dengan motor yang memang disediakan untuk mobilitas ku.

Sejak bertugas di Pustu tersebut ku mulai merasakan bagaimana rasanya menjadi dokter PTT. Kasus-kasus yang ku tanganin juga mulai beragam, mulai ada pasien yang kesurupan sampai pasien yang terkena stroke. Selain itu tindakan-tindakan medis juga banyak yang ku lakukan. Namun ada kebiasaan masyarakat disana yang ku kurang suka, yaitu suka memanggil petugas kesehatan ke rumah padahal meraka mampu untuk datang ke berobat ke Pustu. Biasanya bila sampai memanggil ke rumah, pasien tersebut dikenakan biaya agak besar. Bahkan ku pernah juga memarahi pasien ku karena hanya maunya panggil petugas kesehatan ke rumah. Karena itu, ku jadi agak malas bila harus datang ke rumah pasien yang terkadang ku sama ratakan. Apakah pasien itu benar-benar sakit berat sehingga tidak bisa datang, atau hanya manja saja, karena mereka sampai berani berbohong agar petugas kesehatan mau datang ke rumah mereka. Jadi ku sering kali menyesal dan merasa bersalah ketika menolak untuk datang ke rumah pasien ternyata memang sedang sakit berat.

Ku juga punya tugas untuk berkeliling ke setiap Pustu dan Polindes. Setiap hari Selasa, ku pergi ke Polindes Sabatai Baru, hari Kamis, ke Pustu Sabatai Tua, hari Sabtu ke Polindes Daeo. Selain itu ada jadwal kellilingku yang disesuaikan dengan jadwal Posyandu karena medan jalan untuk ke sana memang agak berat. Biasanya sekalian dengan Posyandu ku ke daerah transmigrasi, SP2, SP3, selain itu ke Pustu Pilowo.

Sejak pindah ke Pustu ku lebih senang dalam bertugas, karena ku bisa jalan-jalan ke berbagai tempat sehingga ku tidak bosan. Ku juga pernah ke Bere-bere untuk bertemu dengan Syari, teman kuliahku yang juga berugas di Morotai, hanya dengan mengendarai motor ditemani dokter yang bertugas di wayabula Syogi. Ternyata jalan menuju ke Bere-bere sangatlah berat, harus naik-turun gunung dengan jalan yang sanga-sangat rusak, bahkan sampai harus menerobos kebun orang karena jalannya tergenang lumpur yang dalam. Benar-benar perjalanan yang melelahkan dan tak akan dilakukan lagi untuk kedua kalinya.

Ku sepertinya tidak berjodoh dengan fasillitas motor yang diberikan kepadaku. Karena sampai hari ini ban motorku telah bocor empat kali dan telah mengganti ban dalam dua kali. Bahkan ku pernah pulang dari Daruba jam sembilan malam dan ternyata hujan deras, lalu sialnya ban belakang motorku bocor. Jadi terpaksa motor tetap ku kendarai meski ban belakang sudah tidak ada anginnya. Karena jalan antara Darua-Totodoku tidak ada rumah warga sama sekali, hanya di kelilingi ilalang dan kebun kelapa di kanan-kiri jalan. Hal ini sudah dua kali ku mengalaminya.

Saat ini blog ini ku tulis, ku berada di Jakarta untuk berlibur. Karena ku adalah satu-satunya dokter PTT yang ada di Morotai yang sangat jarang keluar dari pulau tersebut. Sebab banyak dokter yang sudah lebih dari tiga kali keluar Morotai, bahkan ada yang pergi setiap bulannya.

Semoga disisa-sisa masa tugasku di Morotai, ku berharap dapat memberikan pelayanan bagi masyarakat disana lebih baik lagi dan semoga ku juga bisa mendapat pelajaran hidup lebih banyak sehingga bisa membentuk diriku sebagai dokter yang benar-benar bisa memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.
Amiiin~