Wednesday, January 5, 2011

MENINGITIS KRIPTOKOKUS AIDS

AIDS (Aqcuired Immunodeficiency Syndrome)
AIDS pertama kali ditemukan secara klinis pada tahun 1981. Pada tahun 1982, CDC menetapkan kriteria untuk diagnosis AIDS dimana terjadi infeksi oportunistik atau keganasan akibat defek pada sel imun tanpa penyebab yang jelas.

EPIDEMIOLOGI
Infeksi HIV merupakan infeksi pandemic seluruh dunia mencakup semua group populasi, khususnya pada Negara berkembang, dimana 95% kasus baru terjadi. Transmisi terjadi melalui kontak seksual (homo atau heteroseksual), pajanan pada darah atau komponen darah yang terkontaminasi, atau perinatal. Di seluruh dunia, aktivitas heteroseksual merupakan mode transmisi tersering. Pada Negara berkembang, penyebaran yang cepat diakibatkan oleh kesehatan public dan infrastruktur kesehatan  yang inadekuat WHO memperkirakan adnaya 30 juta kasus HIV didunia. Ada 2,3 juta kematian akibat AIDS pada tahun 1997, 50% lebih tinggi daripada tahun 1996. Secara global diperkirakan terjadi 16.000 kasus baru infeksi HIV setiap harinya. 

KLASIFIKASI AIDS
TABLE 25.2 1992 CDC Classification of HIV Infection


Laboratory Categories
   Category 1CD4 lymphocyte count >500 cells/mm3
   Category 2CD4 lymphocyte count from 200 cells/mm3 through 499 cells/mm3
   Category 3CD4 lymphocyte count <200 cells/mm

Clinical Categories
   Category Aasymptomatic infection, persistent generalized lymphadenopathy, and acute primary HIV infection
   Category Bsymptomatic conditions not included listed in clinical category C surveillance case definition of AIDS that are judged by a physician to be HIV-related or where medical management is complicated by HIV infection (e.g., sepsis, bacterial endocarditis, pulmonary tuberculosis, cervical dysplasia or carcinoma, vulvovaginal candidiasis)
   Category Ccondition listed in the AIDS surveillance case definition
  Candidiasis of bronchi, trachea, or lungs
  Candidiasis, esophageal
  Cervical cancer, invasive HYPERLINK "mk:@MSITStore:D:\\OFIQ\\Harrison's%20Principles%20of%20Internal%20Medicine%2016th%20Edition.chm::/gateway.ut.ovid.com/gw1/ovidweb.cgi@targetframe=1&s=idnjhkidmfckdp00d&book+content=s.sh.2.14.15_257c1_257c00000000_257c_257cgohere_257c_2fct%7B0b283e7df5.htm" \l "N1-T2-173#N1-T2-173" \o "a" a
  Coccidioidomycosis, disseminated or extrapulmonary
  Cryptococcosis, extrapulmonary
  Cryptosporidiosis, chronic intestinal (>1 month's duration)
  Cytomegalovirus disease (other than liver, spleen, or nodes)
  Cytomegalovirus retinitis (with loss of vision)
  Encephalopathy, HIV-related
  Herpes simplex: chronic ulcer(s) (>1 month's duration); or bronchitis, pneumonia, or esophagitis
  Histoplasmosis, disseminated or extrapulmonary
  Isosporiasis, chronic intestinal (>1 month's duration)
  Kaposi's sarcoma
  Lymphoma, Burkitt's (or equivalent term)
  Lymphoma, primary, of brain
  Mycobacterium avium complex or M. kansasii, disseminated or extrapulmonary
  Mycobacterium tuberculosis, any site (pulmonary HYPERLINK "mk:@MSITStore:D:\\OFIQ\\Harrison's%20Principles%20of%20Internal%20Medicine%2016th%20Edition.chm::/gateway.ut.ovid.com/gw1/ovidweb.cgi@targetframe=1&s=idnjhkidmfckdp00d&book+content=s.sh.2.14.15_257c1_257c00000000_257c_257cgohere_257c_2fct%7B0b283e7df5.htm" \l "N1-T2-173#N1-T2-173" \o "a" a or extrapulmonary)
  Mycobacterium, other species or unidentified species, disseminated or extrapulmonary
  Pneumocystis carinii pneumonia
  Pneumonia, recurrent HYPERLINK "mk:@MSITStore:D:\\OFIQ\\Harrison's%20Principles%20of%20Internal%20Medicine%2016th%20Edition.chm::/gateway.ut.ovid.com/gw1/ovidweb.cgi@targetframe=1&s=idnjhkidmfckdp00d&book+content=s.sh.2.14.15_257c1_257c00000000_257c_257cgohere_257c_2fct%7B0b283e7df5.htm" \l "N1-T2-173#N1-T2-173" \o "a" a
  Progressive multifocal leukoencephalopathy
  Salmonella septicemia, recurrent
  Toxoplasmosis of brain
  Wasting syndrome due to HIV



Adapted from US Congress. CDC Case Definition of AIDS: Implications of the Proposed Revisions-Background Paper. OTA-BP- H-89, Washington, D.C.: US Government Printing Office, 1992.




ETIOLOGI
Virologi, serologi, dan data epidemilogi mendukung kesimpulan bahwa AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah enveloped RNA virus. Terdiri dari RNA-dependent, DNA polymerase yang memproduksi provirus yang mampu melakukan integrasi pada DNA sel host. Pada sel target, virus terbagi dalam dua bentuk yaitu bentuk bebas dan terintegrasi. HIV-1 ditemukan di seluruh dunia dan lebih sering terjadi, dimana HIV-2, ditemukan di afrika barat dan eropa, dari imigran afrika dan patner seksualnya. HIV-2 lebih jarang mengakibatkan imunodefisiensi dan AIDS daripada HIV-1.

PATOGENESIS
Infeksi limfosit CD4 oleh virus HIV dengan menempel pada reseptor CD4 dipermukaan sel membuat sel yang terinfeksi mati. Pada manusia, reseptor CD4 diekspresikan oleh beberapa sel bahkan oleh neuron dan sel glia di otak, namun tidak ditemukan bukti terjadi replikasi virus selain di sel limfosit, makrofag, monosit dan sel turunan lainnya. Selain itu telah diketahui bahwa untuk masuk ke sel, virus butuh ko-reseptor dikenal dengan chemokin reseptor. Pada infeksi awal dan akut, virus banyak yang menginfeksi makrofag menggunakan reseptor chemokin CCR5. pada infeksi kronik, dimana sel T yang banyak terinfeksi menggunakan reseptor CXCR4. Infeksi HIV primer dapat asimtomatik atau 50-70% kasus pada fase akut timbul gejala seperti demam, sakit kepala, mialgia, malaise, letargi, limfadenopati dan maculopapular rash.
Infeksi akut ditandai dengan viremia, laju replikasi yang tinggi, mudahnya mengisolasi virus dari limfosit darah perifer dan level serum antigen terhadap inti virus p24 tinggi. Limfosit sitotoksik dan faktor yang dihasilkan oleh limfosit CD8 efektif menurunkan viral load. IgM dan kemudian IgG muncul 2-6 minggu untuk menurunkan viremia dan level serum p24. Setelah infeksi akut dan serokonversi, masa laten klinis berlangsung beberapa tahun sebelum timbul gejala klinis karena infeksi sekunder, keganasan atau penyakit neurologi. 



   

PATOGENESIS SSP
HIV memasuki SSP ketika terjadi infeksi primer dan dapat bersifat asimptomatik, acute self-limited syndrome, Penyakit berikut disebabkan oleh HIV sendiri, infeksi oprtunistik, abnormalitas metabolic, terapi medic, gangguan nutrisi. Gangguan neurologi ditemukan lebih dari 70% pasien AIDS pada seri klinis dan > 80 % pada seri autopsy. Pada 10-20% pasien AIDS, gangguan neurologi merupakan gejala pertama AIDS. Terapi awal ART yang efektif dapat menurunkan insidens Infeksi oportunistik pada system saraf dan menurunkan insiden gejala primer berkaitan dengan HIV.
Bukti invasi SSP awal dapat ditemukan dengan isolasi virus dari CSF atau jaringan saraf (otak, medulla spinalis, saraf perifer) dan produksi antibody intratechal terhadap HIV. Bagaimana HIV memasuki SSP tidak diketahui, mekanisme yang memungkinkan melalui transport intraselular melewati blood-brain barrier dalam makrofag yang terinfeksi, virus bebas menempel di leptomeninges, atau virus bebas setelah replikasi dalam pleksus koroid atau epitel pembuluh darah.  
Frekuensi yang tinggi dari gangguan neurologi pada infeksi HIV telah menetapkan HIV sebagai virus neurotropic (vulnerable dan bersifat homing pada virus terhadap neuron). Frekuensi yang tinggi dari gangguan neurologi dapat dijelaskan oleh infeksi kronik yang mengakibatkan kontinuitas perkembangan virus di SSP. 
Mekanisme kerusakan neurologis diyakini secara tidak langsung. Mekanisme potensial termasuk immune-mediated injury, infeksi seluler persisten, cedera seluler akibat pelepasan sitokin oleh monosit dan makrofag yang terinfeksi, exitotoxic asam amino, radikal bebas, toksisitas seluler langsung dari produk gen HIV, seperti ENV gp120 dan reaksi silang antibody terhadap glikoprotein HIV, berakibat pada blockade reseptor. Perubahan genetic pada virus di sel host dapat mengakibatkan virus SSP nonsitopatik dengan peningkatan kemampuan replikasi pada monosit dan makrofag, mengacu pada viral load di SSP yang lebih besar daripada di perifer.




INFEKSI OPORTUNISTIK 
KRIPTOKOKOSIS
ETIOLOGI
Kriptokokosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans. Jamur ini berkembang biak dengan cara sel ragi dan budding. Terdapat empat serotype kapsul yaitu kapsul A, B, C dan D. Umumnya jamur ini menginfeksi langsung susunan saraf pusat dan menjadi penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan imunosupresi.

EPIDEMIOLOGI
Pada saat ini faktor prediposisi terjadinya kriptokokosis di seluruh dunia adalah AIDS. Biasanya pada pasien AIDS yang terinfeksi kriptokokus memiliki jumlah sel CD4+ dibawah 200/μl. Di Amerika, insiden kriptokokosis menurun setelah pemberian highly active antiretroviral therapy (HAART). Lebih dari setengah pasien non-AIDS dengan kriptokokosis pernah mendapatkan pengobatan dengan glukokortikoid atau obat imunosupresif lain sebelumnya. Infeksi kriptokokosis paling sering pada pasien imunocompromise disebabkan oleh serotype A.  

PATOGENESIS DAN PATOLOGI
Infeksi kriptokokosis telah diketahui akibat inhalasi fungus ke dalam paru-paru, mesikpun dapat pula melalui kulit dan membran mukosa. Penyebaran secara hematogen ke otak membuat kelompok kriptokoki di area perivaskular pada substansia grisea, ganglia basal dan sedikit meluas ke area lain pada susunan saraf pusat. Perubahan pada sistem saraf meliputi infiltrasi ke meninges oleh sel mononuclear dan kriptokokal. Jamur ini menyebar secara difus meliputi parenkim otak dengan sedikit atau tidak ada reaksi inflamasi lokal. Kadang-kadang abses atau granuloma kecil terbentuk di meninges pada otak atau sumsum tulang.



MANIFESTASI KLINIS
Banyak pasien yang menderita meningoencephalitis pada saat diagnosis. Bentuk kriptokokosis dapat fatal tanpa pengobatan yang tepat. Kematian dapat terjadi pada minggu kedua hingga beberapa tahun setelah timbul gejala. Timbulnya gejala pada sistem saraf dapat subakut. Gejala meningeal biasanya predominan namun kadang tanda fokal neurology atau gejala mental lebih kelihatan. Gejala awal biasanya berupa sakit kepala, nausea, staggering gait, dimensia, iritabilitas, bingung dan pandangan kabur. Demam dan kaku kuduk sering ditemukan ringan bahkan tidak ada. Paresis nervus cranial biasanya asimetrik dan terjadi pada seperempat kasus. Dengan infeksi yang berlangsung progresif dapat timbul koma yang dalam dan tanda kompresi batang otak. Kriptokokosis pada pasien AIDS relatif kurang tanda dan gejala yang timbul, meskipun pada penyakit yang berat. gejala yang sering muncul adalah sakit kepala dan demam. Terdapatnya penglihatan yang kabur, palsi nervus cranial, letargi dan kondisi bingung merupakan tanda infeksi lanjut. Pada cairan serebrospinal ditemukan tingkat glukosa dan protein yang abnormal. 

DIAGNOSIS
Diagnosis untuk kriptokokosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan pungsi lumbar. Cairan serbrospinal yang di dapat kemudian diperiksa kadar glukosa dan proteinnya. Pada kriptokokosis kadar glukosa menurun dan kadar protein meningkat. Selain itu cairan serebrospinal juga diperiksaan dengan tinta India dan di medium biakan. Namun untuk menegakkan diagnosis lebih baik dengan memeriksa dengan tes antigen baik pada serum maupun pada cairan serebrospinal. Pemeriksaan MRI kadang tidak dapat memperlihatkan fokal lesi. 

TATA LAKSANA
Pasien AIDS dengan kriptokokosis diobati dengan pemberian amphotericin B (0,7-1 mg/kgBB/hari, IV) dan flucytocin (100mg/kgBB/hari) selama 2 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian fluconazol (400mg) satu kali sehari selama hampir 10 minggu hingga gejala pada pasien menghilang. Pemeriksaan antigen di serum dan cairan serebrospinal tidak membantu menilai efikasi dari terapi, namun kultur dari cairan serebrospinal berubah menjadi negatif. Setelah hampir 10 minggu pemebrian flukonazol, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian flukonazol (200 mg/hari) seumur hidup. 
Efek samping dari amphotericin B adalah trombophlebitis, demam, anemia, hipokalemia, demam, nausea dan muntah.

No comments:

Post a Comment