Phenylketonuria (PKU) adalah salah satu kelainan pada metabolisme (inborn error metabolism) karena gangguan genetik autosomal resesif yang dikenali dengan kurang atau tidak adanya enzim phenylalanine hidroksilase (PAH).
Istilah inborn error metabolism sendiri pertama kali dicetuskan oleh Sir Archibald Garrod pada tahun 1908 di hadapan Royal College of Physicians of London, untuk mengelompokkan beberapa penyakit yang disebabkan oleh adanya mutasi atau defek genetik pada metabolismenya. Penyakit kelainan metabolik yang ia temukan antara lain alkaptonuria, benign pentosuria, albinism, cystinuria. Kemudian ia memformulasikan hipotesis “one gene, one enzyme” dan menggambarkan proses alamiah kelainan bawaan resesif pada sebagian besar kelainan enzim. Ia mencatat bahwa kelompok penyakit yang ditemukannya tersebut bersifat seumur hidup, sedikit sekali dupengaruhi oleh terapi, diturunkan secara genetik yang sesuai dengan hukum mendel, dan relatif tidak berbahaya.
Kelainan PKU pertama kali dikemukakan oleh Asbjorn Folling pada tahun 1934. PKU juga merupakan kelainan pada metabolisme dimana adanya kegagalan dalam konversi dari fenilalanin menjadi tirosin di dalam hati dikarenakan defisiensi enzim phenylalanine hidroksilase (PAH). PKU ini berbeda dengan konsep penyakit ini yang tidak berbahaya seperti yang dikemukakan oleh Garrod, melainkan PKU dapat menyebabkan terjadinya retardasi mental.
Penemuan ini berawal dari datangnya seorang ibu yang mempunyai 2 orang anak dengan retardasi mental dimana anak yang pertama seorang gadis berusia 7 tahun hanya dapat berbicara beberapa patah kata, spastic gait, dan retardasi mental, sedang adiknya anak laki-laki usia 4 tahun yang tidak dapat berbicara dan berjalan makan ataupun minum, dan mempunyai kebiasaan BAB dan BAK layaknya seorang bayi. Kemudian dari hasil pemeriksaan urin tidak didapatkan adanya protein ataupun urin, kemudian dia menambahkan feriklorida ke dalam urinnya, feriklorida berfungsi untuk mendeteksi adanya keton dalam urin penderita diabetes. Setelah ditambahkan feriklorida warna urin berubah menjadi hijau tua. Pada orang dengan ketonuria akan didapatkan warna ungu atau burgundi. Setelah diobservasi dengan beberapa pemeriksaan didapatkan bahwa substrat yang membuat warna menjadi hijau adalah asam penilpiruvat. Kemudian penyakit ini dinamakan Imbecilitas phenylpiruvuca.
Pada tahun 1935 Imbecilitas phenylpiruvuca diubah namanya oleh Lionel Sharples Penrose menjadi PKU. Kemudian pada tahun 1937, George Jervis menemukan penyebab PKU yaitu akibat adanya defek atau tiadanya enzim phenylalanine hidroksilase (PAH) yang dikode oleh kromosom nomor 12. Tahun 1957, dr willard Centerwall mengembangkan suatu tes yang merupakan langkah awal untuk dapat melakukan skrining massal pada pasien PKU yang dinamakan ”wet diaper test”. Kemudian Robert Guthrie pada tahun 1961 mengembangkan test sederhana dan tidak mahal menggunakan kertas filter yang memungkinkan dilakukannya deteksi dini dari PKU. Test ini kemudian disebut "The Guthrie Test". Tes inilah yang sekarang banyak digunakan dalam skrining PKU. Deteksi dini dalam PKU penting untuk terapi karena semakin dini kita dapat menemukan PKU semakin pula prognosisnya karena kita dapat mencegah terjadinya retardasi mental dengan terapi diet.
Kelainan PKU ini sangat berbahaya, karena jika tubuh kekurangan PAH, phenylalanine akan terkumpul dan berubah menjadi phenylketones, yang bisa dideteksi dari urin. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menimbulkan masalah dalam perkembangan otak, menyebabkan fungsi mental menurun drastis dan dapat terjadi kejang. Meski demikian, PKU merupakan salah satu dari sedikit penyakit genetis yang bisa dikendalikan melalui diet. Pasien yang melakukan diet rendah phenylalanine dan tinggi tirosin hampir dapat sembuh total.
Wednesday, May 26, 2010
Sunday, May 23, 2010
HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT
Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang selalu ada pada setiap obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolic dari semua obat dan bahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin jarang terjadi, namun akibat yang ditimbulkan bisa fatal. Reaksi tersebut sebagian besar idiosinkratik pada dosis terapeutik yang dianjurkan.sebagian lagi tergantung dosis obat. Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga mudah menembus membran sel intestinal. Obat kemudian diubah lebih hidrofilik melalui proses biokimiawi di dalam hepatosit, menghasilkan produk larut air yang diekskresikan ke dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatik ini melibatkan jalur oksidatif utamanya melalui system enzim sitokrom P-450.
Mekanisme terjadinya jejas hati imbas obat yang mempengaruhi protein-protein transpor pada membran kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit imbas asam empedu. Terjadi penumpukan asam empedu di dalam hati karena gangguan transpor pada kanalikuli yang menghasilkan translokasi fassitoplasmik ke membrane plasma, dimana reseptor-reseptor ini mengalami pengelompokan sendiri dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Di samping itu, banyak reaksi hepatoseluler melibatkan system sitokrom P-450 yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim. Kompleks enzim-obat ini migrasi ke permukaan sel di dalam vesikel untuk berperan sebagai imunogen bagi sel T sitotoksik dan berbagai sitokin.
Gambaran klinis hepatotoksisitas imbas obat sulit dibedakan secara klinis dengan penyakit hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Oleh karena itu riwayat pemakaian obat atau substansi hepatotoksik lain harus diungkap. Onset umumnya cepat, gejala berupa malaise dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut yang berat terutama bila pasien masih minum obat itu setelah terjadi onset. Bila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi aminotransferase akan meningkat paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan akalifosfatase dan billirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi obat idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatic dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak minum obat bahkan sesudah obat penyebab dihentikan. Berdasarkan Internatonal Concensus Criteria, maka diagnosis hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan:
1. waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai onset reaksi nyata adalah sugestif (5-90hari dari awal minum obat) atau kompatibel (<5 hari atau >90 hari Sejak mulai minum obat dan tidak lebih dari 15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30 hari dari penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan hepatotoksisitas obat.
2. perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (penurunan konsentrasi enzim hati paling tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat.
3. alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pemeriksaan telita, termasuk biopsi hati pada setiap kasus
4. dijumpai respon positif pada pemaparan ulang dengan obat yang sama paling tidak kenaikan 2 kali lipat enzim hati
Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi atau jika dua dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan responpositif pada pemaparan ulang obat.
Mengidentifikasi reaksi obat dengan pasti adalah hal yang sulit, tapi kemungkinan sekecil apapun adanya reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya obat herbal atau obat alternatif. Obat harus menjadi diagnosis Bandung pada setiap abnormalitas tes fungís hati atau histologi. Keterlambatan penghentian obat yanng menjadi penyebab berhubungan dengan resiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien tidak sakit sebelum minum obat dan membaik secara nyata setelah obat tersebut dihentikan merupakan hal esencial dalam diagnosis hepatotoksisitas imbas obat.
Terapi untuk mengatasi hepatotoksisitas imbas obat belum ada antidotum yang spesifik untuk setiap obat, kecuali kelainan yanng disebabkan oleh asetaminofen dapat diberikan N-asetilsistein. Oleh karena itu terapi efek hepatotoksik yang baik adalah segera menghentikan penggunaan obat-obat yang dicurigai.
Mekanisme terjadinya jejas hati imbas obat yang mempengaruhi protein-protein transpor pada membran kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit imbas asam empedu. Terjadi penumpukan asam empedu di dalam hati karena gangguan transpor pada kanalikuli yang menghasilkan translokasi fassitoplasmik ke membrane plasma, dimana reseptor-reseptor ini mengalami pengelompokan sendiri dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Di samping itu, banyak reaksi hepatoseluler melibatkan system sitokrom P-450 yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim. Kompleks enzim-obat ini migrasi ke permukaan sel di dalam vesikel untuk berperan sebagai imunogen bagi sel T sitotoksik dan berbagai sitokin.
Gambaran klinis hepatotoksisitas imbas obat sulit dibedakan secara klinis dengan penyakit hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Oleh karena itu riwayat pemakaian obat atau substansi hepatotoksik lain harus diungkap. Onset umumnya cepat, gejala berupa malaise dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut yang berat terutama bila pasien masih minum obat itu setelah terjadi onset. Bila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi aminotransferase akan meningkat paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan akalifosfatase dan billirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi obat idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatic dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak minum obat bahkan sesudah obat penyebab dihentikan. Berdasarkan Internatonal Concensus Criteria, maka diagnosis hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan:
1. waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai onset reaksi nyata adalah sugestif (5-90hari dari awal minum obat) atau kompatibel (<5 hari atau >90 hari Sejak mulai minum obat dan tidak lebih dari 15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30 hari dari penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan hepatotoksisitas obat.
2. perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (penurunan konsentrasi enzim hati paling tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat.
3. alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pemeriksaan telita, termasuk biopsi hati pada setiap kasus
4. dijumpai respon positif pada pemaparan ulang dengan obat yang sama paling tidak kenaikan 2 kali lipat enzim hati
Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi atau jika dua dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan responpositif pada pemaparan ulang obat.
Mengidentifikasi reaksi obat dengan pasti adalah hal yang sulit, tapi kemungkinan sekecil apapun adanya reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya obat herbal atau obat alternatif. Obat harus menjadi diagnosis Bandung pada setiap abnormalitas tes fungís hati atau histologi. Keterlambatan penghentian obat yanng menjadi penyebab berhubungan dengan resiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien tidak sakit sebelum minum obat dan membaik secara nyata setelah obat tersebut dihentikan merupakan hal esencial dalam diagnosis hepatotoksisitas imbas obat.
Terapi untuk mengatasi hepatotoksisitas imbas obat belum ada antidotum yang spesifik untuk setiap obat, kecuali kelainan yanng disebabkan oleh asetaminofen dapat diberikan N-asetilsistein. Oleh karena itu terapi efek hepatotoksik yang baik adalah segera menghentikan penggunaan obat-obat yang dicurigai.
Tes Esbach
Merupakan pemeriksaan untuk menilai kadar protein dalam urin (proteinuria). Tes esbach yang disebut juga dengan metode dipstik ini merupakan pemeriksaan kuantitatif dengan nilai 0-4 (+). Pemeriksaan ini sensitif terhadap 60mg/l albumin, tetapi kurang sensitif terhadap protein Bence Jones dan protein lain yang berat molekulnya rendah misal β2-mikroglobulin. Pemeriksaan ini terkenal karena kemudahannya. Sampel urin yang digunakan untuk tes esbach ini adalah dari pengumpulan urin 24 jam yang ditampung.
Jadi untuk mendapatkan sampel urin ini, pasien diharuskan menampung semua urinnya selama 24 jam mulai dari jam 6 pagi sampai jam 6 pagi pada hari berikutnya. Urin yang keluar pertama kali pada pagi hari tidak ditampung, karena merupakan hasil dari malam harinya. Jadi urin mulai ditampung setelah berkemih pertama kali pada pagi hari sampai pasien berkemih pertama kali pada pagi hari di hari berikutnya. Pengumpulan urin 24 jam ini membuat pasien tidak nyaman dan tidak praktis karena pasien harus membawa kemana-mana tempat untuk menampung urinnya, serta sering kali pasien lupa untuk menampung urinnya ketika sedang berkemih.
Hasil dari tes esbach atau metode dipstik memiliki nilai 0-4 (+):
- Samar ~ 10-30 mg%
- 1+ ~ 30 mg%
- 2+ ~ 100 mg%
- 3+ ~ 500mg%
- 4+ ~ >2000 mg%
Pada tes esbach false positif dapat terjadi bila urin sampel sifatnya terlalu basa atau terlalu encer. Selain itu bila dari hasil pemeriksaan didapati positif samara harus diperiksa dengan asam salisilsulfonat atau dengan tes pendidihan karena mungkin positif palsu yang dihasilkan oleh urin alkali yang berbufer kuat.
Jadi untuk mendapatkan sampel urin ini, pasien diharuskan menampung semua urinnya selama 24 jam mulai dari jam 6 pagi sampai jam 6 pagi pada hari berikutnya. Urin yang keluar pertama kali pada pagi hari tidak ditampung, karena merupakan hasil dari malam harinya. Jadi urin mulai ditampung setelah berkemih pertama kali pada pagi hari sampai pasien berkemih pertama kali pada pagi hari di hari berikutnya. Pengumpulan urin 24 jam ini membuat pasien tidak nyaman dan tidak praktis karena pasien harus membawa kemana-mana tempat untuk menampung urinnya, serta sering kali pasien lupa untuk menampung urinnya ketika sedang berkemih.
Hasil dari tes esbach atau metode dipstik memiliki nilai 0-4 (+):
- Samar ~ 10-30 mg%
- 1+ ~ 30 mg%
- 2+ ~ 100 mg%
- 3+ ~ 500mg%
- 4+ ~ >2000 mg%
Pada tes esbach false positif dapat terjadi bila urin sampel sifatnya terlalu basa atau terlalu encer. Selain itu bila dari hasil pemeriksaan didapati positif samara harus diperiksa dengan asam salisilsulfonat atau dengan tes pendidihan karena mungkin positif palsu yang dihasilkan oleh urin alkali yang berbufer kuat.
Jaga Forensik yg Melelahkan
Jumat kemarin, tanggal 21/5/2010, ku kembali jaga malam. Oia, ku belum kasih tau, klo sekarang ku lagi stase di bagian forensik. Jadi klo lagi jaga malam tugasny adalah klo ada korban mati perlu dilakukan visum, bisa pemeriksaan luar atau dalam atau keduany. Bisa juga melakukan visum pada korban hidup, forensik klinik (forklin) namany.
kembali ke topik, jumat kemarin adalah jaga ku yang ketiga. Kedua jaga sebelumny, ketika ku jaga hanya ada satu kasus tiap jaga. Sehingga saat jaga bisa tidur semaleman.
Nah, pada jaga ku yang ketiga ini, banyak banget kasus. Oke, ku sebutkan satu2, dari forklin dulu deh. Kasus forklin pertama, Ny.S datang dengan penganiayaan oleh teman kerjany sendiri. Korban ditendang sebanyak 10x pada kemaluanny. Kasus kedua, Tn. I dipukul oleh temanny dengan tongkat besi hingga kepalany robek. Kasus ketiga, Ny.D, didorong oleh pelaku hingga hingga kepalany terbentur tembok dan ada luka robek. Kasus forklin keempat, Tn. I merupakan korban pembiusan, tapi kasus ini belum ada surat permintaan visum dari polisi.
haaahhh... banyakkan , tapi ini blum selesai...
Nah, Klo korban mati ada 2. Kasus pertama, Tn. X mati karena luka tusuk sebanyak 5 tusukan. Awalny dilakukan pemeriksaan luar. Pemeriksaan itu dilakukan jam 9 malam. Tapi korban ini juga ada kemungkinan akan dilakukan pemeriksaan dalam, ini yang paling males mesti bongkar2 organ dalam korban... iuuukssss
nah benar dugaanku, pas jam 2 pagi ada surat persetujuan dari keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan dalam (otopsi). Saat otopsi ku kebagian tugas untuk memotret saat otopsi. Disela2 ku memotret tanpa sengaja snelli ku kena darah korban. Yah, makin males aja nih.. Tp emang salah ku ga pake apron.. nyesel bangeeeetttt....
untung otopsiny cepat hanya sekitar 1 jam.
Ketika jam setengah 5, kasus kedua datang. Kasus kedua, Tn. I mati dalam perawatan akibat kecelakaan lalu lintas. Banyak banget lukany, wiiihh capekny sama kayak harus otopsi...
Selese bikin pemeriksaan luar sekitar jam 6 pagi. Padahal, jaga sebelumny jam 5 dah bisa pulang...
Pas mo minta tanda tangan ma dokter konsulen mesti nunggu lama lagi. Pintu kamarny di ketuk ga keluar2..
Pas mo langsung pulang, tiba2 dokterny keluar. Tapi pas mo minta lg dokterny keburu masuk, trus dketu lg ga kluar2. Ya udah langsung ngacir pulang aja, dah hampir jam 7....
Waaaaa... bener2 jaga yang melelahkan. Untung pas weekend dapet jagany, jadi bisa tidur seharian. Coba klo hari kerja, wah ga kebayang ngantuknya...
Ku sama skali ga tidur smaleman.. hiks..hiks...
kembali ke topik, jumat kemarin adalah jaga ku yang ketiga. Kedua jaga sebelumny, ketika ku jaga hanya ada satu kasus tiap jaga. Sehingga saat jaga bisa tidur semaleman.
Nah, pada jaga ku yang ketiga ini, banyak banget kasus. Oke, ku sebutkan satu2, dari forklin dulu deh. Kasus forklin pertama, Ny.S datang dengan penganiayaan oleh teman kerjany sendiri. Korban ditendang sebanyak 10x pada kemaluanny. Kasus kedua, Tn. I dipukul oleh temanny dengan tongkat besi hingga kepalany robek. Kasus ketiga, Ny.D, didorong oleh pelaku hingga hingga kepalany terbentur tembok dan ada luka robek. Kasus forklin keempat, Tn. I merupakan korban pembiusan, tapi kasus ini belum ada surat permintaan visum dari polisi.
haaahhh... banyakkan , tapi ini blum selesai...
Nah, Klo korban mati ada 2. Kasus pertama, Tn. X mati karena luka tusuk sebanyak 5 tusukan. Awalny dilakukan pemeriksaan luar. Pemeriksaan itu dilakukan jam 9 malam. Tapi korban ini juga ada kemungkinan akan dilakukan pemeriksaan dalam, ini yang paling males mesti bongkar2 organ dalam korban... iuuukssss
nah benar dugaanku, pas jam 2 pagi ada surat persetujuan dari keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan dalam (otopsi). Saat otopsi ku kebagian tugas untuk memotret saat otopsi. Disela2 ku memotret tanpa sengaja snelli ku kena darah korban. Yah, makin males aja nih.. Tp emang salah ku ga pake apron.. nyesel bangeeeetttt....
untung otopsiny cepat hanya sekitar 1 jam.
Ketika jam setengah 5, kasus kedua datang. Kasus kedua, Tn. I mati dalam perawatan akibat kecelakaan lalu lintas. Banyak banget lukany, wiiihh capekny sama kayak harus otopsi...
Selese bikin pemeriksaan luar sekitar jam 6 pagi. Padahal, jaga sebelumny jam 5 dah bisa pulang...
Pas mo minta tanda tangan ma dokter konsulen mesti nunggu lama lagi. Pintu kamarny di ketuk ga keluar2..
Pas mo langsung pulang, tiba2 dokterny keluar. Tapi pas mo minta lg dokterny keburu masuk, trus dketu lg ga kluar2. Ya udah langsung ngacir pulang aja, dah hampir jam 7....
Waaaaa... bener2 jaga yang melelahkan. Untung pas weekend dapet jagany, jadi bisa tidur seharian. Coba klo hari kerja, wah ga kebayang ngantuknya...
Ku sama skali ga tidur smaleman.. hiks..hiks...
Sunday, May 9, 2010
Parese
Hari jumat siang, ketika sedang bersurfing ria di dalam forum kebanggaan, YUI-Indo.com, ada member yg bertanya pada ku mengenai masalah kesehatan temanny. Dia banyak bertanya ini-itu, hingga dia bertanya tentang suatu kasus "klo ada orang yang mengalami kecelakaan, jatuh dari kereta bayi ketika masih bayi. Akibat jatuh dari kereta, si bayi tidak bisa menutup mata kiriny dengan sempurna. Oleh, orang tua hanya di bawa ke dokter mata dan tidak ada masalah pada mata. Bayi pun bertambah besar, selain mata yang tidak bisa menutup dengan sempurna, bibir orang itu menjadi mencong ke kanan. Hingga berumur 19 tahun tidak pernah pergi ke dokter". Nah. temanku ini bertanya-tanya tentang kelainan itu, hingga sampai ku bilang klo orang itu terjadi kerusakan pada nervus 7 yaitu nervus fasialis yang berperan pada otot-otot wajah dan kelainan itu disebabkan oleh trauma maka saraf yang rusak akan sulit sembuh karena saraf mempunyai daya regenerasi yang sangat lemah.Kemudian, setalah ku jelaskan hal ini teman ku berhenti untuk bertanya.
Keesokan hariny, ketika kembali online di forumku. Ku menyadari ada yang berubah dari temanku itu. Di siggyny ada tulisan terakhirku, langsung ku PM dia untuk bertanya apakah kasus itu sebenarny adalah dia. Ternyata itu memang hal yang terjadi pada dia. Langsung ku minta maaf klo ada tulisanku yang salah.
Ketika malamny ku OL, dia curhat tentang beban hidupny akan kelainan yang terjadi pada diriny dan gimana respon orang disekitarny terhadap kelainan yang diderita dia.
Yang ku ga habis pikir, dari tulisan dia. Sepertiny orang tua dia juga ikut merendahkan dia akan kelainan yang diderita.
Menurutku kelainan yang diderita olehny, akan sulit di obati hingga sembuh. Saat ini, dia sudah berobat ke dokter ahli saraf, tapi hanya diberikan vitamin untuk saraf dan tidak dianjurkan untuk fisioterapi.
Mungkin sang dokter sudah mengira akan sulit menyembuhkan kelainan yang diderita temanku. Sehingga pengobatan yang diberikan hanya paliatif, dan terlihat hanya memelihara temanku sebagai pasien abadi.
Memang benar, kasus teman ku ini kesembuhanny bisa dibilang dibawah 10%. Karena kelainan yang disebabkan trauma itu sudah berlangsung 19 tahun tanpa penanganan medis. Padahal, orang yang terkena stroke bila telat dilakukan penanganan medis maka gejala sisa dari stroke akan terus ada.
Jadi, menurutku, temanku ini harus bisa menerima keadaan pada diriny dan tidak merasa rendah diri terutama terhadap ejekan orang lain.
Sekali lagi, hal ini akan sulit bagi temanku apalagi dia seorang wanita dan wajah merupakan sinar kecantikan wanita.
Hmmm...
Memang sulit masalah yang dihadapi oleh temanku itu. Ku sebenarny juga menyarankan untuk dia ikut melakukan fisioterapi pada wajahny disamping terus minum obat dari dokter yang mungkin usaha untuk sembuh akan memakan waktu yang sangat lama, bahkan bisa bertahun-tahun.
Gimana lagi cara agar temanku itu selalu bisa tegar dalam menjalani hidupny...
Mungkin hanya Tuhan yang tahu cara menolong dia...
Semoga Tuhan akan selalu menyayangi dia...
Keesokan hariny, ketika kembali online di forumku. Ku menyadari ada yang berubah dari temanku itu. Di siggyny ada tulisan terakhirku, langsung ku PM dia untuk bertanya apakah kasus itu sebenarny adalah dia. Ternyata itu memang hal yang terjadi pada dia. Langsung ku minta maaf klo ada tulisanku yang salah.
Ketika malamny ku OL, dia curhat tentang beban hidupny akan kelainan yang terjadi pada diriny dan gimana respon orang disekitarny terhadap kelainan yang diderita dia.
Yang ku ga habis pikir, dari tulisan dia. Sepertiny orang tua dia juga ikut merendahkan dia akan kelainan yang diderita.
Menurutku kelainan yang diderita olehny, akan sulit di obati hingga sembuh. Saat ini, dia sudah berobat ke dokter ahli saraf, tapi hanya diberikan vitamin untuk saraf dan tidak dianjurkan untuk fisioterapi.
Mungkin sang dokter sudah mengira akan sulit menyembuhkan kelainan yang diderita temanku. Sehingga pengobatan yang diberikan hanya paliatif, dan terlihat hanya memelihara temanku sebagai pasien abadi.
Memang benar, kasus teman ku ini kesembuhanny bisa dibilang dibawah 10%. Karena kelainan yang disebabkan trauma itu sudah berlangsung 19 tahun tanpa penanganan medis. Padahal, orang yang terkena stroke bila telat dilakukan penanganan medis maka gejala sisa dari stroke akan terus ada.
Jadi, menurutku, temanku ini harus bisa menerima keadaan pada diriny dan tidak merasa rendah diri terutama terhadap ejekan orang lain.
Sekali lagi, hal ini akan sulit bagi temanku apalagi dia seorang wanita dan wajah merupakan sinar kecantikan wanita.
Hmmm...
Memang sulit masalah yang dihadapi oleh temanku itu. Ku sebenarny juga menyarankan untuk dia ikut melakukan fisioterapi pada wajahny disamping terus minum obat dari dokter yang mungkin usaha untuk sembuh akan memakan waktu yang sangat lama, bahkan bisa bertahun-tahun.
Gimana lagi cara agar temanku itu selalu bisa tegar dalam menjalani hidupny...
Mungkin hanya Tuhan yang tahu cara menolong dia...
Semoga Tuhan akan selalu menyayangi dia...
Saturday, May 8, 2010
SWD: Short Wave Diathermy
merupakan suatu metode yg mmanfaatkan gelombang elektromagnetik untuk menghasilkan energi panas yang akan dberikan pada jaringan tertentu
penggunaan SWD ini harus memperhatikan durasi(lama), frekuensi(sbrapa sering) dan energi yg dberikan.
biasanya dalam pengobatan waktu terefektif untuk mendapatkan hasil paling baik adalah 20-30 menit
efek terapi yang dihasilkan ada 2:
1. efek thermal (panas):
efek ini akan membuat pembuluh darah menjadi lebar, sehingga memperlancar aliran darah. efek panas yg dtimbulkan juga bisa menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kaku pada sendi dan otot.
2. efek nonthermal:
efek ini dapat mempercepat proses pnyembuhan suatu jaringan yg terluka. selain itu dapat mengurai bengkak yg timbul dan meningkatkan proses pertumbuhan dan perbaikan saraf.
kontraindikasi dari pemakaian SWD adalah:
- orang yg menggunakan pacemaker (alat pacu jantung)
- pengguna alat bantu dengar
- orang yg terdapat unsur metal dalam tubuhny, sperti pen pada orang yg pernah operasi patah tulang dan tentuny wolverine (krn puny kuku adamantium) *plak*
- orang yg sensitif kulitny
- sedang demam
- wanita hamil
- penderita kanker
- TB tulang
komplikasi yg mungkin terjadi:
- kulit terbakar
- luka terkena listrik
- melepuh
- syok
berdasarkan penelitian SWD telah terbukti sangat bermanfaat untuk:
- penyembuhan luka
- penghilang rasa nyeri
- regenerasi saraf
- osteoarthritis
- menghilangkan hematom
penggunaan SWD ini harus memperhatikan durasi(lama), frekuensi(sbrapa sering) dan energi yg dberikan.
biasanya dalam pengobatan waktu terefektif untuk mendapatkan hasil paling baik adalah 20-30 menit
efek terapi yang dihasilkan ada 2:
1. efek thermal (panas):
efek ini akan membuat pembuluh darah menjadi lebar, sehingga memperlancar aliran darah. efek panas yg dtimbulkan juga bisa menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kaku pada sendi dan otot.
2. efek nonthermal:
efek ini dapat mempercepat proses pnyembuhan suatu jaringan yg terluka. selain itu dapat mengurai bengkak yg timbul dan meningkatkan proses pertumbuhan dan perbaikan saraf.
kontraindikasi dari pemakaian SWD adalah:
- orang yg menggunakan pacemaker (alat pacu jantung)
- pengguna alat bantu dengar
- orang yg terdapat unsur metal dalam tubuhny, sperti pen pada orang yg pernah operasi patah tulang dan tentuny wolverine (krn puny kuku adamantium) *plak*
- orang yg sensitif kulitny
- sedang demam
- wanita hamil
- penderita kanker
- TB tulang
komplikasi yg mungkin terjadi:
- kulit terbakar
- luka terkena listrik
- melepuh
- syok
berdasarkan penelitian SWD telah terbukti sangat bermanfaat untuk:
- penyembuhan luka
- penghilang rasa nyeri
- regenerasi saraf
- osteoarthritis
- menghilangkan hematom
Friday, May 7, 2010
Proses Mengingat
sbenarnya 1 sel otak tidak mmpunyai fungsi untuk menyimpan 1 memori/informasi.
sbenernya otak dibagai bberapa area yg mmpunyai fungsiny masing2, seperti area temporal untuk mendengar, area ocipitalis untuk melihat, area frontalis untuk bicara dan area untuk mnyimpan informasi dinamakan sistem limbik.
sistem limbik bekerja untuk mnyimpan memori dlm 2 cara: short term memory dan long term memory
biasanya informasi baru yg qt trima oleh sistem limbik akan dsimpan sebagai short term memory. informasi yang dsimpan sbagai short term memory akan hilang dgn sndiriny dlm wkt 1-2 detik hingga beberapa jam.
agar informasi baru itu dpt dsimpan lama, maka short term memory harus dirubah menjadi long term memory. dgn cara terus blatih atau terus mengulang informasi yg didpt.
nah prubahan anatomi di otak, bila informasi itu dsimpan sbg long term memory adalah btambahny sinaps diotak. bukan brtambahny sel otak.
klo informasi itu dah dsimpan sbg long term memory, maka informasi itu tidak akan hilang. bila qt dah lama ga memakai informasi tsebut dan tiba2 butuh informasi itu, qt hanya akan mengalami kesulitan dan butuh waktu dalam me-recall informasi itu.
sbenernya otak dibagai bberapa area yg mmpunyai fungsiny masing2, seperti area temporal untuk mendengar, area ocipitalis untuk melihat, area frontalis untuk bicara dan area untuk mnyimpan informasi dinamakan sistem limbik.
sistem limbik bekerja untuk mnyimpan memori dlm 2 cara: short term memory dan long term memory
biasanya informasi baru yg qt trima oleh sistem limbik akan dsimpan sebagai short term memory. informasi yang dsimpan sbagai short term memory akan hilang dgn sndiriny dlm wkt 1-2 detik hingga beberapa jam.
agar informasi baru itu dpt dsimpan lama, maka short term memory harus dirubah menjadi long term memory. dgn cara terus blatih atau terus mengulang informasi yg didpt.
nah prubahan anatomi di otak, bila informasi itu dsimpan sbg long term memory adalah btambahny sinaps diotak. bukan brtambahny sel otak.
klo informasi itu dah dsimpan sbg long term memory, maka informasi itu tidak akan hilang. bila qt dah lama ga memakai informasi tsebut dan tiba2 butuh informasi itu, qt hanya akan mengalami kesulitan dan butuh waktu dalam me-recall informasi itu.
Tuesday, May 4, 2010
New Siggy
Hari minggu kemarin, tepatny tanggal 2 Mei 2010, dalam kesibukan ku menyelesaikan menulis stukas. Ku berhasil membuat satu siggy baru untuk forum YUI-Indo ku. Gambar diatas merupakan siggy terbaru ku hasil iseng-iseng sendiri. Sebenarny pada hari minggu lalu ku ga ada niat untuk membuat siggy, karena ku benar-benar sibuk membuat stukas yang harus ku selesaikan hari itu agar bisa mendapat tanda tangan dari dokter pembimbingku pada hari senin. Tapi entah dapat inspirasi dari mana, tiba-tiba ditengah membuat stukas ada rasa keinginan untuk membuat siggy timbul. Setelah berulang-ulang melihat PV YUI yang to Mother untuk refreshing dan mengistirahatkan tangan dari paksaan untuk menulis stukas.
Ku langsung meng-capture setiap adegan terbaik di PV to Mother, untuk dijadikan gambar siggy. Setelah mendapat gambar yang terbaik, ku kemudian mengeditny dengan menggunakan photoscape. Untuk perlu diketahui ku mulai membuka program itu jam 1 siang.
Setelah program itu terbuka, mulailah mengedit gambar-gambar tersebut. Selesai mengedit, mulai masalah muncul. Ku benar-benar lupa bagaimana menyusun gambar itu agar terlihat menarik. Mulailah ku coba-coba semua fitur yang ada, tapi tetap gagal.
Karena kesal lupa gimana cara menyusunny, ku berhenti dan mulai mengerjakan tugas stukasku. skip..skip..
Setelah beberapa jam menulis stukas dan tangan ku mulai nyeri akibat terlalu ku forsir menulis. Akhirny ku coba lagi menyusun gambar hasil capture ku. Hampir setengah jam, ku terus gagal. Rasa bosan dan kesal kembali mendera, akhirny ku putuskan kembali menyelesaikan stukasku.
Nah sekitar jam 8 malam, ku kembali mencoba ketiga kaliny untuk menyusun gambar tersebut agar terlihat keren. Tiba-tiba wangsit turun, sehingga ku tahu bagaimana menyusun gambar yang telah ku edit tadi siang..
Haah... lega siggy ku akhirny selesai. Langsung ku buka web photobucket untuk menyimpan hasil siggy buatan ku, kemudian membuka forum YUI-Indo.com dan langsung mengganti siggy yang lama ku dengan yang baru..
Puaaaas banget rasany berhasil membuat siggy baru, apalagi ditengah kesibukan ku menulis stukas agar cepat selesai.
Namun kenyataanny, stukasku gagal terselesaikan seperti yang ku harapkan. Tapi untungny pas hari senin dokter pembimbingku mau untuk menandatangani stukasku. Haah.. senang banget..
Pokokny, seneng banget hari senin itu. Stukas ditanda tangani, siggy pun jadi... hehehehe... senang...senang...senang (upin-ipin mode:on)
Subscribe to:
Posts (Atom)