Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesa hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di Negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi lebih sering ditemukan di nergara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein ewani yang rendah, dan infestasi parasit merupakan masalah endemic. Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium.
Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, zat besi juga tedapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan demikian, kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja.
Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi pada bayi dan anak. Hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.
Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif selama masa anak diperlukan 0,8-1,5 mg fe yang harus di absorpsi setiap hari dari makanan. Banyaknya Fe yang di absorpsi dari makanan sekira 10% setiap hari,, sehingga untuk nutrisi yang optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe sehari.
Fe yang berasal dari susu ibu di absorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapat ASI lebih sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, oleh karena itu diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan.
Epidemiologi
Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak pra remaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakuan di Indonesia prevalens ADB pada anak balita sekitar 23-25%/ Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalens ADB pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibandingkan kulit putih, keadaan ini mungkin berhubungan dengan status social ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.
Metabolisme zat besi
Perkembangan metabolism besi dalam hubungannya dengan homeostasis besi dapat dimengerti dengan baik pada dewasa, sedangkan pada anak diperkirakan mengalami hal yang sama seperti orang dewasa.
Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolism oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan besi akan memberikan dampak yang merugikan terhadap system saluran cerna, susunan saraf pusat, kardiovaskulat, imunitas dan perubahan tingkat selular.
Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi di dalam makanan, bioavailibilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung 55mg/ kgBB atau sekitar 4 gra,. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3 % dalam bentuk mioglobin.
Ada dua cara penyerapan besi dalam usus, yang pertama adalah penyerapan dalam bentuk non-heme (sekitar 90% berasal dari makanan), yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk heme 9sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat yang dikonsumsi.
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke arah distal usus penyerapannya semakin berkurang.
Bioavailibilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam makanan. Asam askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan penyerapan besi non heme. Jenis makanan yang mengandung asam tanat (terdapat dalam the dan kopi0, kalsium, fitat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat, dan obat2an (antacid, tetrasiklin dan kolestiramin) akan mengurangi penyerapan zat-zat besi.
Di dalam tubuh cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. Apabila pemasukan besi dari makanan tidak mencukupi, maka akan terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk mempertahankan kadar Hb.
Pada bayi baru lahir cukup bulan di dalam tubuhnya mengandung besi 65-90 mg/ kgBB. Bagian terbesar (sekitar 50mg/ kgBB) merupakan massa hemoglobin, sekitar 25 mg/kgBB sebagai cadangan besi dan 5 mg/kgBB sebagai mioglobin dan besi dalam jaringan. Kandungan besi bayi baru lahir (BBL) ditentukan oleh berat badan lahir dan massa Hb. Bayi cukup bulan dengan berat lahir 4000 gram mengandung 320 mg besi, sedangkan bayi kurang bulan mengandung besi kurang dari 50 mg. Konsentrasi hb pembuluh darah tali pusat bayi cukup bulan adalah 13,5 – 20, 1 gr/dL.
Setelah dilahirkan terjadi perubahan metabolism pada bayi. Selama 6 – 8 minggu terjadi penurunan yang sangat drastic dari aktivitas eritropoeisis sebagai akibat kadar 02 yang meningkat, sehingga tarjadi penurunan hb. Karena banyak zat besi yang tidak dipakai, maka cadangan besi akan meningkat. Selanjutnya terjadi peningkatan aktivitas eritropoiesis disertai masuknya besi ke sumsum tulang. Berat badan bayi dapat bertambah dua kali lipat tanpa mengurangi cadangan besi. Pada bayi cukup bulan keadaan tersebut dapat berlangsung sekitar 4 bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan hanya 2 -3 bulan. Setelah itu kemampuan bayi mengabsorpsi besi akan sangat menentukan dalam mempertahankan keseimbangan besi dalam tubuh. Untuk mencukupi kebutuhan besi, bayi cukup bulan membutuhkan 1 mg besi/kgBB/hari/. Sedangkan BBLR memerlukan 2 mg besi/kgBB/hari dengan dosis maksimal 15mg/kgBB/hari. Bayi dengan BBL <1000 gram membutuhkan suplementasi besi 4 mg/ kgBB/hari, BBL 1000 – 1500 gram memerlukan 3 mg besi/kgBB/hari, BBL 1500 – 2000 memerlukan 2 mg besi/kgBB/hari. Pemberian suplementasi tersebut dilanjutkan sampai usia 1 tahun. Oleh karena pada masa tersebut terjadi peningkatan ketergantungan besi dari makanan , maka bila tidak terpenuhi akan menimbulkan resiko terjadinya ADB. Prevalens ADB paling tinffi terjadi pada usia 6 bulan – 2 tahun karena pada masa ini cadangan besi sangat berkuran. Oada bayi kurang bulan bahkan ADB dapat terjadi mulai usia 2 – 3 bulan.
Etiologi
Anemia Defisiensi Besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang. Kekurangan besi dapat disebabkan ;
- Kebutuhan meningkat secara fisiologis
- Pertumbuhan
- Menstuasi
- Berkurangnya penyerapan zat besi
- Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
- Malabsopsi besi
- Perdarahan
- Trensfusi feto-maternal
- Hemoglobinuria
- Iatrogenic blood loss
- Idiopathic pulmonary hemosiderosis
- Latihan yang berlebihan.
Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negative besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangn besi yang negative ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Tiga tahapan defisiensi besi
- Tahap pertama (iron depletion state)
- Berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi
- Hemoglobin dan funsi protein besi lainnya masih normal
- Peningkatan absorpsi besi non-heme
- Feritin serum menurun
- Pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.
- Tahap kedua (iron deficient eritropoetin)
- Suplai besi tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis.
- Nilai besi menurun
- Saturasi transferin menurun
- TIBC meningkat
- Free eritrosit porphyrin (FEP) meningkat
- Tahap ketiga (iron deficiency anemia)
- Penurunan kadar Hb
- Gambaran darah tepi: mikrositosis dan hipokromik preogresif
- Perubahan epitel, terutama pada ADB lanjut.
Hemoglobin | Tahap I Normal | Tahap II Sedikit menurun | Tahap III Menurun (mikrositik/hipokromik) |
Cadangan besi (mg) | <100 | 0 | 0 |
Fe serum (µg/dl) | Normal | <60 | <40 |
TIBC (µg/dl) | 360-390 | >390 | >410 |
Saturasi transferin (%) | 20-30 | <15 | <10 |
Feritin serum (µg/dl) | <20 | <12 | <12 |
Sideroblas (%) | 40-60 | <10 | <10 |
FEP (µg/dl sel darah merah) | >30 | >100 | >200 |
MCV | Normal | Normal | menurun |
Dikutip dari Lukens (1995), Hillman (1995).
Manifestasi Klinis
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderta dan keluiarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari temuan laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar hb 6- 10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <5 g/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlangsung dapat terjadi takikardia, dilatasi jantung, dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada kadar hb < 3-4 g/dl pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB sering tidak seusai dengan kadar Hb. Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematoligi akibat kekurangn besi seperti ;l
- Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk kuku konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papilla lidah, postcricoid esophageal webs dan perubahan mukosa lambung dan usus halus.
- Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh
- Termogenesis yang tidak normal : terjadi ketidak mampuan untuk mempertahankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin
- Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E.coli dan S. aureus menurun.
- Limpa hanya teraba pada 10-15 % pasien dan pada kasus kronis bisa terjadi pelebaran diploe tengkorak. Perubahan ini perlu terapi adekuat.
Diagnosis
Diagnosis Anemia Defisiensi Besi ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan laboratorium yang mendung dengan gejala klinis yang seringkali tidak khas.
Kriteria diagnosis menurut WHO
- Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
- Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N: 32-35)
- Kadar Fe serium < 50 µg/dl (N: 80-180 µg/dl)
- Saturasi transferin <15% ( N: 20-50%)
Dasar diagnosis menurut Cook dan Monsen
- Anemia mikrositik hipokrom
- Saturasi transferin (ST) <16%
- Nilai FEP > 100 µg/dl eritrosit
- Kadar feritin serum < 12 µg/d
*Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, feritin serum dan FEP harus dipenuhi)
Cara lain untuk menentukan adanya Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah dengan trial pemberian preparat besi. Penentuan ini penting unk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi.. Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitive dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar hb 1-2 g/dL maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia mikrositik hipokrom lain (Tabel I.2-2). Keadaan yang sering member I gambaran klinis dan laboratorium yang hamper sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia karena penyakit kronis. Keadaan lainnya adalah lead poisoning/ keracunan timbale dan anemia sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium.
Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah sel darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar dengan penunrunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat diperoleh dengan cara membagi nilai MCV dengan eritrosit, bila nilainya <13 menunjukkan talasemia minor sedangkan bila >13 merupakan ADB. Pada talasemia minor didapatkan basophilic stippling, peningkatan kadar plasma dan peningkatan HbA2.
Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom normositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia pada penyakit kronis disebabkan tergangunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehinggga nilai saturasi transferin normal atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor transferin / transferin recepetor (TfR) sangat berguna dalam membedakan ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun??. Paningkatan rasio TfR/ feritin sensitive dalam mendeteksi ADB.
Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan ADB tetapi didapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah.
Anemia sideroblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran mikrositik hipokrom dengan penigkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah yang dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apusan sumsum tulang didaptkan sel darah merah berinti yang mengandung granula besi (agregat besi dalam mitokondira) yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi pada dewasa.
Pemeriksaan Lab | ADB | Talasemia Mayor | Anemia Penyakit Kronis |
MCV | ↓ | ↓ | N, ↓ |
Fe Serum | ↓ | N | ↓ |
TIBC | ↑ | N | ↓ |
Saturasi Transferin | ↓ | N | ↓ |
FEP | ↑ | N | N, ↑ |
Feritin Serum | ↓ | N | ↓ |
Penatalalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi mengetahui factor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penangannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita yang tidak dapat memakan obat per oral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara per oral karena ada gangguan pencernaan.
Pemberian preparat besi
Pemberian preparat besi peroral
Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri. Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat, ferrous fumarat dan ferrous suksinat diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop).
Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi elemental /kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi elemental yang ada dalam garam ferrous. Garam ferrous sulfat mengandung besi elemental sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Tindakan tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.
Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari pemeriksaan laboratorium seperti tampak pada table di bawah ini.
Waktu setelah pemberian besi | Respons |
12-24 jam | Penggantian enzim besi intraselular, keluhan subyektif berkurang, nafsu makan bertambah |
36-48 jam | Respon awal dari sumsum tulang: hyperplasia eritroid |
48-72 jam | Retikulosis, puncaknya pada hari ke 5-7 |
4-30 hari | Kadar Hb meningkat |
1-3 bulan | Penambahan cadangan besi |
*Dikutip dari Schwartz, 2000
Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada orang dewasa. Pewarnaan gigi yang bersifat sementara dapat dihindari dengan meletakkan larutan tersebut ke bagian belakang lidah dengan cara tetesan. Kenapa?
Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intramuscular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral.
Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan :
Dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5
Transfusi Darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Koreksi anemia berat dengan transfuse tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB per satu kali pemberian disertai pemberian diuretic seperti furosemid. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfuse tukar menggunakan PRC yang segar.
Pencegahan
Tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada masa awal kehidupan:
- Meningkatkan penggunaan ASI ekslusif
- Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun sehubugnan dengan risiko terjadinya perdarahan saluran cerna yang tersamar pada beberapa bayi
- Memberikan makanan bayi yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan makanan padat (usia 4-6 bulan)
- Memberikan suplementasi Fe kepada bayi kurang bulan
- Pemakaian PASI (susu formulayang mengandung besi)
Upaya umum untuk pencegahan kekurangan besi adalah dengan cara;
- Meningkatkan konsumsi Fe
- Meningkatkan konsuumsi besi dari sumber alami terutama sumber hewani yang mutlak diserap. Juga perlu peningkatan penggunaan makanan yang mengandung vitamin C dan A.
- Fortifikasi bahan makanan
- Dengan cara menambah makanan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.
- Suplementasi
- Tindakan ini merupakan cara yang paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang prevalensinya tinggi.
Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut;
- Diagnosis salah
- Dosis obat tidak adekuat
- Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluwarsa
- Peradarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap
- Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (seperi infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vit B12, asam folat)
- Gangguan absopsi saluran cerna (seperti pemberian antasif yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).
No comments:
Post a Comment