Sebuah negara yang berdaulat pasti mempunyai sistem yang
bisa mempertahankan dan membela negara dari ancaman luar, sekaligus sebagai
pengayom dan pelindung bagi warga sipil. Begitu pun Negara Kesatuan Republik
Indonesia juga mempunya seperangkat sistem dan kesatuan yang sama yang
dinamakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi. Kedua kesatuan inilah
yang menjaga kedaulatan Negara sekaligus memberi rasa aman dan mengayomi warga
sipil. Kedua instansi itu pun menjadi salah satu perangkat hukum yang menegakkan
keadilan bagi seluruh warga negara Indonesia, agar keamanan dalam negeri
menjadi kondusif. Secara garis besar memang TNI dan Polisi mempunyai tugas
utama yang cukup berbeda. TNI lebih dititik beratkan untuk menjaga kedaulatan
dan keamanan Negara dari serangan atau intervensi dari luar. Oleh karena itu
TNI dibagi menjadi tiga korps, yaitu TNI Angkatan Darat (AD), TNI Angkatan
Udara (AU), dan TNI Angkatan Laut (AL). Sedangkan Polisi lebih diutamakan utuk menjaga
keamanan dalam negeri dan memberi pelayanan tertentu bagi warga sipil. Namun
tak jarang TNI pun ikut serta dalam penciptaan keamanan dalam negeri bersama
Polisi, terutama bila keadaan keamanan dalam negeri menjadi chaos.
Namun situasi
yang terjadi saat ini pada kedua institusi itu sangatlah bertentangan dengan
apa yang telah digariskan pada mereka. Karena kedua institusi bukannya membuat
rasa aman, justru makin membuat warga sipil menjadi ketakukan dengan berbagai
tindak tanduk yang dilakukan kedua instansi tersebut. Banyak tindakan represif
dilakukan aparat pada warga negara dalam menyelesaikan beberapa masalah,
seperti penanganan demonstrasi mahasiswa, penuntutan hak tanah yang sering
disengketakan antara penduduk asli dengan pihak TNI, dan lainnya. Memang
tindakan represif dilakukan oleh oknum aparat saja, namun terkadang anggota aparat
lain terprovokasi ikut melakukan tindakan represif. Bahkan tak segan-segan
aparat hingga menodongkan senjata api pada warga sipil.
Selain tindak
represif, aparat seringkali menggunakan “titel aparat”-nya untuk menekan warga
atau melakukan hal seenaknya yang lebih menguntungkan dirinya sendiri. Sebagai
contoh, coba lihat dijalan raya bagaimana motor dan mobil plat TNI atau Polisi
dengan seenaknya melanggar rambu-rambu lalu lintas, seperti masuk ke jalur busway atau menerobos lampu lalu lintas.
Polisi yang melihat hanya terkesan pura-pura tidak melihat. Coba yang melanggar
itu warga sipil biasa pasti langsung diberhentikan dan ditilang, bahkan hingga
diminta uang dalam jumlah yang besar. Tindakan aparat akan lebih menjadi-jadi
bila jauh dari pusat instasinya. Salah satu teman yang pernah berada di Pulau
Mentawai bercerita bahwa Polisi yang berada disana merupakan Polisi-Polisi yang
dimutasi karena melanggar disiplin, namun mutasi itu justru membuat oknum Polisi
itu makin tidak disiplin bahkan cenderung ke tindak kriminal seperti menjadi
bandar ganja atau melindungi perjudian yang ada disana. TNI pun demikian,
terutama TNI AD yang sering anggotanya ditempatkan didaerah terpencil. Mereka
menjadi layaknya yang punya kuasa satu-satunya didaerah tersebut. Sikap tak
simpatik sering kali ditunjukkan pada penduduk setempat seakan-akan ingin
menunjukkan “Ini loh Aku anggota TNI.
Jangan macam-macam denganku”. Tabiat oknum anggota TNI pun tak jauh seperti
yang dilakukan polisi, ada yang menjadi bandar minuman keras atau menjadi
pelindung untuk kegiatan-kegiatan illegal. Bahkan ada anggota TNI yang
menghamili wanita penduduk setempat tapi tidak mau bertanggung jawab dengan
berbagai alasan seperti belum mendapat izin dari atasan untuk menikah atau
sudah harus pindah ke tempat penugasan lain dan berbagai alasan lain. Sikap
aparat yang “sok jagoan” itu tak jarang membuat gesekan juga antara kedua
instansi. Kasus terakhir adalah penyerangan dan pembakaran Polsek Ogan Komiring
Ulu oleh segerombolan anggota TNI AD yang berujung pangkal akibat perselisihan
yang terjadi ketika oknum TNI AD yang ditilang oleh Polisi tidak terima dan
terjadi keributan yang mengakibatkan terbunuhnya anggota TNI AD itu.
Dalam enam bulan
terakhir banyak sekali kasus tindak kekerasan ataupun tindakan yang
menyalahgunakan wewenang demi keuntungan pribadi yang dilakukan aparat penegak
hukum pada warga sipil, antara lain ketika seorang jurnalis ketika sedang
bertugas memfoto pesawat TNI AU yang jatuh justru kena hajar oleh oknum TNI AU
tanpa sebab. Kasus terbaru adalah ada anggota Polisi dari Polres Ciamis yang
menabrak pengendara motor hingga menghilangkan dua nyawa melayang sia-sia.
Namun bukannya Polisi tersebut diproses hukum justru dilindungi oleh
Kapolresnya dan menyalahkan balik sang pengendara motor yang dianggapnya lalai.
Sering kali yang
melakukan tindak kekerasan atau tindakan sewenan-wenang dan menguntungkan diri
sendiri, serta sikap tidak simpatik justru dilakukan oleh aparat Polisi dan TNI
yang berpangkat rendah. Kelakuan mereka sudah seperti berpangkat Jenderal
berbintang yang dengan berbuat seenaknya dan bila berhadapan dengan warga sipil
mempertontonkan sikap tidak simpatik seakan warga sipil tersebut adalah seorang
buronan yang sedang dicari-cari. Namun instansi yang saat ini menjadi sorotan
adalah Kepolisian. Mulai dari pangkat rendah hingga pangkat berbintang semua
terlibat kasus pidana, baik itu menyangkut kekerasan pada warga sipil maupun
tindak korupsi. Bila perangkat penegak hukum baik itu Polisi dan TNI bertindak
sesuka hatinya akan membuat Negara ini menjadi kacau balau. Mereka yang seharusnya menjadi pengawal penegakan
hukum justru mereka sendirilah para pelanggar hukum dan tidak pernah sekali pun
mendapat proses hukum. Justru para aparat seperti kebal hukum dan membuat
peraturan hukum dibuat untuk warga sipil saja. Padahal sejatinya hukum dibuat
untuk semua warga negara yang berada didalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, bukan untuk golongan tertentu saja.
Pada kesehariannya
warga sipil seolah-olah menaruh hormat pada anggota TNI atau Polisi. Namun rasa
hormat itu bukan lah bersumber dari kebanggaan pada prestasi yang telah
dihasilkan, tapi hanya rasa takut dan terancam yang menyelimuti warga sipil
akibat tindakan para aparat selama ini.
Inikah fungsi sesungguhnya kedua instansi itu dibentuk, hanya memberi
rasa takut dan bukan memberi rasa aman. Maka tak dapat disalahkan warga sipil
sekarang sudah mulai berani melawan kepada aparat. Sudah ada dua kasus yang
mengakibatkan terbunuhnya aparat akibat amuk massa. Mungkin inilah bentuk
perlawanan warga sipil yang sudah jengah melihat tindak tanduk aparat yang
seenaknya sendiri dan sering kali melanggar hukum.
Bila ini terus
berlanjut maka ide awalnya dibentuk kedua instansi, terutama TNI, untuk
menangkal dan berperang bila ada serangan dari luar wilayah Indonesia. Aparat
justru akan berperang dengan saudaranya sendiri yang tidak lain warga sipil.
Selain itu perlu diingat, uang gaji untuk para aparat tersebut bukanlah dari
para pejabat negara. Namun justru uang dari warga sipillah mereka mendapat gaji
untuk bisa melindungi melindungi dan menciptakan rasa aman bukan seperti saat
ini. Seakan-akan warga sipil mengeluarkan uang untuk membayar aparat untuk
memukuli warga sipil yang lain. Agar citra TNI dan Polisi menjadi lebih baik
lagi dimata warga sipil harus mulai berubah. Langkah awal yaitu menerapkan
penjatuhan hukum yang tegas bagi aparat yang melanggar. Memberhentikan anggota
aparat yang terbukti terllibat kasus pidana bukan malah melindunginya. Dan
terakhir memperketat perekrutan anggota baru terutama dalam kejiwaan bagi
anggota baru. Sehingga tidak mudah terpancing untuk melakukan tindakan represif
dan melakukan tindakan criminal lainnya. Terakhir adalah sikap simpaktik harus
dibangun didiri setiap aparat naik itu TNI maupun Polisi agar lebih mendekat
pada warga sipil dan menghilangkan rasa takut yang selama ini menghinggapi.
Dengan TNI dan Polisi yang simpatik, akan tercipta kondisi warga sipil yang
patuh, serta membuat Indonesia pun semakin baik.
No comments:
Post a Comment