Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Trombus atau bekuan darah ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung, atau mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli.
Trombosis vena dalam adalah suatu keadaan terjadinya gumpalan darah (trombus) pada vena dalam di daerah tungkai bawah. Setiap tahunnya diperkirakan terdapat 1 di antara 1000 orang menderita kelainan ini. Dari jumlah tersebut, kurang lebih satu sampai lima persen penderita meninggal akibat komplikasi yang ditimbulkan.
Trombus yang terbentuk di tungkai bawah tersebut dapat lepas dari tempatnya dan berjalan mengikuti aliran darah, disebut dengan emboli. Emboli yang terbentuk dapat mengikuti aliran darah hingga ke jantung dan paru. Biasanya emboli tersebut akan menyumbat di salah satu atau lebih pembuluh darah paru, menimbulkan suatu keadaan yang disebut dengan embolisme paru (pulmonary embolism).
Tingkat keparahan dari embolisme paru tergantung dari jumlah dan ukuran dari emboli tersebut. Jika ukuran dari emboli kecil, maka akan terjadi penyumbatan pada pembuluh darah paru yang kecil, sehingga menyebabkan kematian jaringan paru (pulmonary infarction). Namun jika ukuran emboli besar maka dapat terjadi penyumbatan pada sebagian atau seluruh darah dari jantung kanan ke paru, sehingga menyebabkan kematian.
ETIOLOGI
Ada 3 faktor yang dapat menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam, yaitu :
1. Cedera pada vena
Vena dapat cedera selama terjadinya tindakan bedah, suntikan bahan yang mengiritasi vena, atau kelainan-kelainan tertentu pada vena.
2. Peningkatan kecenderungan terjadinya pembekuan darah
Terdapat beberapa kelainan yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kecenderungan terjadinya pembekuan darah. Beberapa jenis kanker dan penggunaan kontrasepsi oral dapat memudahkan terjadinya pembekuan darah. Kadang-kadang pembekuan darah juga dapat terjadi setelah proses persalinan atau setelah tindakan operasi. Selain itu pembekuan darah juga mudah terjadi pada individu yang berusia tua, keadaan dehidrasi, dan pada individu yang merokok.
3. Melambatnya aliran darah pada vena
Hal ini dapat terjadi pada keadaan seperti perawatan lama di rumah sakit atau pada penerbangan jarak jauh. Pada keadaan-keadaan tersebut otot-otot pada daerah tungkai bawah tidak berkontraksi sehingga aliran darah dari kaki menuju ke jantung berkurang. Akibatnya aliran darah pada vena melambat dan memudahkan terjadinya trombosis pada vena dalam.
PATOGENESIS
Trombosis terjadi ketika keseimbangan antara pembekuan dan fibrinolisis dialihkan untuk mendukung pembekuan. Proses yang dapat mengembangkan trombotic baik melalui intrinsik atau jalur ekstrinsik. Jalur ekstrinsik dimulai dengan sel lokal cedera yang mengakibatkan pelepasan faktor jaringan dan paparan dari kolagen matriks sel yang menyebabkan agregasi trombosit. Faktor VII menjadi aktif, begitu juga faktor-faktor IX dan X. Pembekuan protein berkumpul di permukaan membran trombosit. Adhesi dari trombosit dirangsang oleh faktor von Willebrand sementara trombosit menjadi melekat satu sama lain dengan adanya fibrinogen. Hal ini menyebabkan pembentukan trombosit plug. adanya kompleks protrombinase (faktor Xa dan Va, kalsium, dan prothrombin), trombin dikatalisis mengakibatkan pembelahan fibrin peptida A dan B dan pengaktifan faktor XIII, yang pada gilirannya mengkatalisis silang dari monomer fibrin . Hasil akhirnya adalah gumpalan dan adanya trombosit aktif dan faktor-faktor Va dan VIIIA.
Koagulasi berlangsung di sepanjang jalur intrinsik melalui kontak aktivasi, ketika faktor XI diubah menjadi Xia, yang pada gilirannya mengkatalisis aktivasi faktor IX untuk IXA dan mengaktifkan faktor konversi urutan X ke Xa. Bertindak bersama di trombosit, faktor VIII, IXA, X, dan kalsium mengkatalisasi pengaktifan faktor X menjadi Xa dan bergabung dengan prothrombinase kompleks.
Beberapa antikoagulan menyeimbangkan mekanisme pembekuan darah. Antithrombin III menghentikan pembelahan fibrinopeptides A dan B, menghentikan aktivasi faktor V dan VIII, dan menghambat agregasi dan aktivasi trombosit serta faktor-faktor IXA, Xa, dan Xia. Protein C akan menginaktivasi faktor Va dan VIIIA dan mengurangi percepatan laju pembentukan trombin. Kofaktor II heparin mengatur pembentukan trombin. Jalur inhibitor ekstrinsik juga dikenal sebagai inhibitor jalur faktor jaringan yang menginaktifasi VIIa yang mengaktivasi faktor X, namun hal itu tidak mempengaruhi faktor IX.
Plasmin adalah enzim fibrinolitik utama, dengan substrat fibrin, fibrinogen, dan faktor-faktor koagulasi yang bertindak untuk menghambat adhesi trombosit. Plasmin mendegradasi baik bekuan fibrin dalam sirkulasi maupun yang terikat dalam bekuan, menghasilkan dua fragmen: E dan D. Fragmen D yang diukur dalam D-dimer tes ELISA dan yang berfungsi sebagai penanda fibrinolisis dan trombosis. Plasmin adalah produk dari interaksi antara aktivator plasminogen dan plasminogen jaringan. Plasminogen diaktifkan eksogen oleh streptokinase atau urokinase, endogen oleh aktivator plasminogen jaringan, dan oleh faktor-faktor intrinsik. Keseimbangan dalam sistem ini tergantung pada pembentukan trombus, inhibisi trombus , dan fibrinolisis.
Virchow menggambarkan risiko tromboemboli berkembang sebagai akibat ketidakseimbangan dalam beberapa faktor-faktor ini terutama koagulasi. Di antara faktor-faktor yang ditemukan untuk dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, kanker, trauma, dan obesitas. Sementara risiko meningkat dengan usia.
Table 1 faktor resiko pada DVT
Obesitas Usia > 40 tahun Kehamilan/ Postpartum
varises Immobilisasi Sepsis
Keganasan Kelainan faktor pembekuam Stasis
Stroke Obat kontrasepsi Katerisasi vena
Trauma /operasi>30 menit Riwayat DVT keluarga Penyakit jantung
GEJALA KLINIS
Sebagian penderita trombosis vena dalam tidak mengalami gejala sama sekali. Pada penderita-penderita ini biasanya gejala nyeri dada, akibat dari embolisme paru, adalah indikasi pertama adanya suatu kelainan. Jika trombus besar dan menyumbat aliran darah pada vena yang besar, maka akan timbul gejala pembengkakan pada tungkai bawah, yang nyeri dan hangat pada perabaan.
Beberapa trombus dapat mengalami perbaikan secara spontan dan membentuk jaringan parut. Jaringan parut yang terjadi dapat merusak katup yang terdapat pada vena di daerah tungkai bawah. Akibat kerusakan ini maka dapat terjadi pembengkakan pada daerah tersebut. Pembengkakan biasanya lebih sering terjadi pada saat pagi hingga sore hari karena darah harus mengalir ke atas, menuju jantung, melawan gaya gravitasi. Pada malam hari pembengkakan yang terjadi agak berkurang karena posisi tungkai bawah dalam keadaan horisontal sehingga aliran darah balik dari tungkai bawah ke jantung lebih baik.
Gejala lebih lanjut dari trombosis vena dalam adalah terjadinya perubahan warna pada kulit di sekitar daerah yang terkena menjadi kecoklatan. Hal ini terjadi karena sel darah merah akan keluar dari vena yang bersangkutan dan mengumpul di bawah kulit. Kulit yang berubah warna menjadi kecoklatan ini sangat rentan terhadap cedera ringan seperti garukan atau benturan, menimbulkan suatu ulkus. Jika pembengkakan makin berat dan persisten maka jaringan parut akan memerangkap cairan di sekitarnya. Akibatnya tungkai akan membengkak permanen dan mengeras sehingga memudahkan terjadinya ulkus yang sulit sembuh.
DIAGNOSIS
Diagnosis DVT tidak dapat dibuat pada presentasi gejala dan tanda-tanda saja. Sampai dengan 50% dari pasien dengan DVT akut hadir tanpa gejala. Gejalanya yang dikeluhkan diantaranya sakit di betis atau di kaki. Yang paling umum adalah edema dari betis atau mata kaki. Pada DVT proksimal yang luas, edema luas, sianosis, dan dilatasi vena superfisial dapat ditemukan.
Gambaran klinis dari trombosis vena dalam tidak spesifik, maka Wells membuat sistem skoring untuk memudahkan dalam mendiagnosis trombosis vena dalam.
Wells Clinical Decision Rule
________________________________________
Clinical characteristic Score
Active cancer (treatment ongoing or within previous six months or palliative) 1
Paralysis, paresis, or recent plaster immobilization of the lower extremities 1
Recently bedridden for more than three days or major surgery within 12 weeks
requiring general or regional anesthesia 1
Localized tenderness along the distribution of the deep venous system 1
Entire leg swollen 1
Calf swelling 3 cm larger than asymptomatic side (circumference measured 10 cm below tibial tuberosity) 1
Pitting edema confined to the symptomatic leg 1
Collateral superficial veins (nonvaricose) 1
Previously documented DVT 1
Alternative diagnosis at least as likely as DVT -2
________________________________________
NOTE: To determine the probability of DVT, calculate the score and place the patient in one of the following categories: a score of zero = low (zero to 13 percent probability); 1 to 2 = moderate (13 to 30 percent probability); >= 3 = high (49 to 81 percent probability). In patients with symptoms in both legs, the more symptomatic leg is used. An additional characteristic, "previously documented DVT," was added in 2003, but the new rule has not been extensively tested.
Pemeriksaan objektif harus digunakan untuk diagnosis DVT. Pemeriksaan kontras venogram merupakan standar baku untuk diagnosis pasti DVT. Namun sekarang, karena tinggi sensitivitas, spesifisitas, dan reproduktifitas, USG dupleks telah menjadi pilihan. Duplex ultrasound meliputi baik pencitraan B-mode dan analisis arus Doppler. Dilakukan pemeriksaan adanya trombus pada segmen vena, pelebaran vena, dan segmen inkompresibilitas vena dengan tekanan ringan. Temuan aliran Doppler sugestif dari DVT akut adalah tidak adanya aliran spontan, kehilangan aliran variasi dengan pernapasan, dan kegagalan untuk meningkatkan aliran dengan augmentasi distal. Duplex imaging membawa tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang lebih besar dari 95% untuk DVT. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat membantu untuk mendiagnosis trombus vena panggul. Duplex ultrasound imaging tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memerlukan kontras, dapat diulang, dan aman dilakukan selama kehamilan. Tes ini juga dapat mendeteksi potensi lain penyebab gejala. Fakta-fakta ini mendukung dupleks pemeriksaan pilihan untuk diagnosis DVT.
Gambaran DVT pada kontras venogram
Gambar DVT pada USG dupleks
Pemeriksaan D-dimer
D-dimer merupakan produk degradasi dari bekuan darah oleh fibrin. Kadarnya dapat meningkat pada thrombosis arteri dan vena, operasi besar, perdarahan, hamil, trauma, dan keganasan. D-dimer merupakan pemeriksaan yang sensitif namun kurang spesifik.
Algoritme pendekatan diagnosis DVT
KOMPLIKASI
Emboli paru (PE)adalah komplikasi serius dan sering dari trombosis vena dalam. Emboli paru terdeteksi oleh scan perfusi paru perfusi kira-kira 50% dari pasien dengan DVT, dan trombosis vena asimtomatik ditemukan di 70% dari pasien dengan gejala klinis dikonfirmasi PE. Meskipun DVT mungkin sering di pembuluh darah betis, namun hanya ketika trombosis meluas di atas lutut yang serius terjadi emboli paru.
Sindrom post-trombotik atau disebut juga insufisiensi vena menahun terjadi pada sekitar 25% dari kasus. Hal ini disebabkan oleh hipertensi vena, yang terjadi sebagai akibat rekanalisasi vena utama yang menyebabkan patensi katup, namunterjadi fibrosis dan katup menjadi tidak kompeten, atau lebih jarang, obstruksi menetap pada trombus vena proksimal. Tekanan tinggi ini menyebabkan edema dan gangguan kelangsungan hidup jaringan subkutan dan, dalam bentuk yang paling parah, ulkus vena asal.
Pada pasien dengan trombosis vena ileofemoral yang luas, pembengkakan mungkin tidak pernah hilang, sedangkan pada pasien dengan vena thrombosis proksimal yang tidak berat, pembengkakan dapat mereda tetapi dapat kembali dalam beberapa tahun mendatang. Manifestasi lain sindrom post-trombotik adalah nyeri di betis yang mereda dengan beristirahat dan elevasi tungkai, pigmentasi dan indurasi di sekitar pergelangan kaki dan sepertiga bagian bawah tungkai, dan, yang lebih jarang klaudikasio vena, nyeri betis yang mendadak yang terjadi selama latihan (terutama pada thrombosis ileofemoral).
Terkadang diagnosis sindrom post-trombotik secara klinis jelas jika muncul gejala dengan onset yang bertahap. Namun, pasien dapat memiliki gejala subakut nyeri dan pembengkakan kaki, yang dapat meniru DVT akut kambuh. Meskipun gejala-gejala ini biasanya tumpang tindih dengan latar belakang sakit kronis dan pembengkakan, mungkin sulit untuk menyingkirkan DVT akut kambuh pada dasar klinis saja, dan diagnosis sindrom post-trombotik sebagai penyebab dapat dibuat hanya jika DVT akut kambuh telah dikecualikan (pemeriksaan terbaik untuk hal ini adalah MRI).
TATALAKSANA
Tujuan terapi untuk trombosis vena dalam adalah untuk mencegah pembentukan bekuan darah yang lebih besar, mencegah terjadinya emboli paru, serta mencegah terjadinya bekuan darah di masa yang akan datang. Beberapa obat dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati trombosis vena dalam. Obat-obatan yang paling sering digunakan adalah golongan antikoagulan seperti warfarin atau heparin. Obat antikoagulan berguna untuk mencegah terjadinya gumpalan darah. Perlu diperhatikan pula bahwa obat-obatan golongan antikoagulan dapat menyebabkan terjadinya efek samping perdarahan.
Berikut adalah algoritme tatalaksana trombosis vena dalam menggunakan antikoaguolan.
Treatment of DVT
Bolus dose of heparin: 5000-10000 U EV
Initial maintenance dose of heparin: 32000 U EV per 24h by continuous
infusion or 17000 U subcutaneously to be repeated after adjustment at 12h
Adjust dose of heparin at 6h according to normogram. Maintain aPTT
2 times the control
Repeat aPTT 6 times every hour until in therapeutic range and then
daily (see nomogram)
Start warfarin 10mg at 24h and 10mg next day.
Overlap heparin and warfarin for at least 4 days
Perform PT daily and adjust warfarin dose to maintain INR at 2.0-3.0
Continue heparin for a minimum of 5 days, then stop if INR has been in
therapeutic range for at least 2 consecutive days.
Continue warfarin for 3 months and monitor PT daily until in therapeutic
range, then 3 times during first week, twice weekly for 2 weeks , or until
dose response is stable, and then every 2 weeks
Obtain pretreatment hemoglobin level, platelet count, PT, and aPTT.
Repeat platelet count daily until heparin stopped.
aPtt= activated Partial Thromboplastin Time;PT= Prothrombin
time; INR= International Normalized Ratio
Terapi lain yang dapat dilakukan adalah dengan pemasangan filter atau penyaring yang diletakkan pada vena dari tubuh bagian bawah yang menuju ke arah jantung (vena cava inferior). Penyaring ini berguna untuk mencegah emboli yang terbentuk mencapai paru dan menimbulkan embolisme paru.
Untuk mengurangi nyeri dan bengkak pada tungkai maka dapat dilakukan elevasi atau kompresi pada tungkai yang terkena. Kompresi dapat dilakukan dengan cara pemasangan stocking khusus, yang dapat memberikan kompresi atau tekanan halus pada tungkai.
TERAPI PEMBEDAHAN
Biasanya perawatan non operatif sudah cukup untuk mengatasi trombosis vena, tetapi bila terapi anti koagulan dan trombolitik tidak berhasil, serta ada bahaya gangrene,maka tindakan bedah dapat dipertimbangkan.
• Ligasi vena
Dilakukan untuk mencegah komplikasi emboli paru. Vena femoralis dapat diikiat tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun, tetapi yidak menghilangkan kemungkinan emboli paru. Bila diikat lebih tinggi lagi, misalnya pada vena femoralis komunikans diatas percabangan vena safena, maka hamper selalu diikuti oleh kegagalan vena menahun dan tidak tertutup kemungkinan emboli paru.
Indikasi untuk insersi transvena filter vena cava i8nferior adalah pada pasien yang gagal dengan terapi antikoagulan dan pada keadaan umum yang buruk, juga emboli berulang.
• Trombektomi
Trombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang baik bila dapat dilakukan segera sebelum lewat 3 hari dengan tujuan untuk mengurangi gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi katup dan mencegah komplikasi ulkus stasis pada tungkai bawah dan mencegah emboli paru.
Indikasi untuk trombektomi adalah pada kasus phlegmasia coerulea dolens,yaitu kombinasi trombosis vena dalam dengan iskemia yang sangat nyeri,hilangnya pulsasi distal dan ekimosis. Edem hebat dan sianosis terlihat pada sebagian besar tungkai.
• Femofemoral grafts
Disebut juga cross-over method daro Palma, biasanya dipilih untuk bypass vena iliaka serta cabangnya yang mengalami trombosis. Vena safena diletakkan subkutan suprapubik untuk kemudian disambungkan end-to-side dengan vena femoralis kontralateral. Dapat diterapkan untuk mengurangi edem.
• Safenopopliteal bypass
Dilakukan bila rekanalisasi pada trombosis vena femoralis tidak terjadi. Apalagi bola dengan balutan elastic tidak berhasil mengurangi gejala stasis. Disini vena safena disambungkan secara end-to-side dengan vena poplitea